
Pantau.com - Apa jadinya bila hidup ditemani dengan aroma tak sedap menyengat dari sampah, pastilah tidak nyaman bukan? Tapi itulah yang dirasakan masyarakat yang tinggal di sekitar Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat.
Kurang lebih ada sekitar 18.000 orang tinggal dari tiga desa yang ada di sekitar tempat pembuangan sampah warga Jakarta dan Bekasi itu. Tiga desa itu ialah Desa Cikiwul, Ciketing Udik, dan Sumur Batu. Bantar Gebang memang telah lama menimbulkan polemik karena baunya dan kondisinya yang tidak sehat.
Tak hanya itu, tempat pembuangan sampah terbesar di Indonesia tersebut juga kerap menimbulkan permasalahan tersendiri seperti polemik uang bau, dana hibah, hingga pengadangan terhadap truk pengangkut sampah.
Baca juga: Uang Bau TPST Bantar Gebang, Rezeki di Sekitar Tumpukan Sampah
Kumuh, bau menyengat, dan ribuan lalat berterbangan hingga ancaman penyakit yang menghantui sudah menjadi hal yang biasa bagi warga yang tinggal di sekitar TPST Bantar Gebang.
Seperti Samit warga Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang yang ditemui Pantau.com saat sedang beristirahat di Warung Kopi di depan pintu gerbang TPST Bantar Gebang. Sambil menyeruput kopi yang ia pesan, Samit asyik bercerita tentang keluh kesahnya hidup dikelilingi 'gunung' sampah.
TPST Bantar Gebang (Foto: Pantau.com/Bagaskara Isdiansyah)
Menurutnya, ia sudah tinggal di Sumur Batu sejak TPST Bantar Gebang belum didirikan pada tahun 1986. Awal TPST berdiri, Samit dan keluarga mengaku merasa terganggu dengan bau tak sedap menyelimuti rumahnya namun seiring berjalannya waktu bau tak sedap berubah menjadi teman akrab ia dan keluarga.
"Udah dari kecil saya lahir di sini bau apa segala macam mah udah kebal saya. Iya bener udah enggak bau lagi udah kebal, kalau yang baru masuk ke sini mah dari depan sono aja jalan raya ke sini udah lain. Ya kita mah ya namanya dari kecil udah kebal lagi," ujar Samit sambil tersenyum.
Meski bau menyengat serta serangan penyakit mengancam keluarganya, pria berumur 45 tahun itu mengaku bersyukur selama hidup dikelilingi sampah ia dan keluarga terlindung dari penyakit yang ditakuti. Akan tetapi, memang diakuinya rasa khawatir terserang penyakit tetap ada di dalam benaknya.
"Udah biasa lagi bang, takut penyakit mah semua juga takut di sini tapi ya mau gimana lagi," keluhnya.
- Penulis :
- Adryan N