
Pantau.com - Rupiah diperdagangkan menguat 1,35 persen pada awal perdagangan pekan ini ke level Rp14.080 per dolar AS. Data perdagangan Reuters siang ini bahkan mencatat rupiah sempat menyentuh level Rp13.990 per Dolar AS.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan rupiah masih akan terus mengalami penguatan. Bahkan nilai yang ada di pasar saat ini masih dibawah nilai fundamental rupiah.
"Itu masih undervalue, masih bisa menguat lebih lanjut? iya, tapi Enggak otomatis. Di dunia ini kan gonjang-ganjing juga. Kadang begini, kadang begitu. Tapi, pelan-pelan dia akan arahnya akan masih menguat," ujarnya saat ditemui di kantornya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (7/1/2018).
Baca juga: Generasi 90-an Pasti Tahu! 20 Perusahaan Internet yang Kuasai Website
Sebelumnya, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter, Nanang Hendarsah mengatakan penguatan ini didukung oleh berbagai sentimen baik faktor internal maupun eksternal.
"Penguatan Rupiah ini di tengah situasi pasar keuangan global yang diwarnai optimisme atas prospek hasil negosiasi kesepakatan sengketa dagang AS dan China," ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (7/1/2018).
Selian itu juga karena adanya perubahan sikap Chairman FOMC the Fed atas lintasan suku bunga AS ke depan.
"Tidak seperti sebelumnya yang tegas akan menaikkan suku bunga dua kali di 2019, paska jatuhnya harga saham di AS, kali ini the Fed menyiratkan akan lebih fleksibel dan akan menunggu perkembangan data ekonomi kedepan," katanya.
"Serta siap melakukan perubahan dalam kebijakan suku bunga ke depan dan dan mulai melunak atas rencana proses penarikan likuiditas dari sistem keuangan," imbuhnya.
Baca juga: Bikin Malu Millennilas Nih! Intip Keuangan Generasi Paling Muda Abad Ini
Bahkan berbagai indikator manufaktur di Eropa dan China semakin menunjukkan kemerosotan sebagai indikasi perang dagang mulai menimbulkan efekk negatif.
"Sentimen positif dari kesepakatan perang dagang, perubahan sikap the Fed, dan berbagai perkembangan data ekonimi tersebut mendorong terjadinya pelemahan nilai tukar USD secara broadbase, penguatan index saham global dan kenaikan yield US Treasury," katanya.
- Penulis :
- Nani Suherni