
Pantau.com - Venezuela, sebuah negara di Amerika Selatan kini diambang kehancuran. Padahal dulunya, Venezuela pernah menjadi salah satu negara paling kaya di kawasan itu dari sektor minyaknya. Namun kini, inflasi tahunan di negara itu mencapai 6000 persen.
Harga-harga di Venezuela naik 6,147 persen dalam 12 bulan sampai akhir Februari. Inflasi selama bulan Februari sebesar 80 persen. Krisis ekonomi di Venezuela sudah sangat parah, di mana jutaan orang tidak dapat membeli makanan dan obat-obatan.
"Jika kecepatan pertumbuhan harga eksponensial ini terus berlanjut, bersiaplah inflasi sebesar 131.985 persen pada 2018," kata anggota parlemen oposisi dan ekonom Angel Alvarado.
Sejumlah kritikus menyalahkan kontrol mata uang yang ketat, yang diberlakukan 15 tahun yang lalu oleh mantan Presiden Hugo Chavez, yang meninggal pada 2013 karena kanker.
Selain itu, pencetakan uang yang berlebihan juga ditengarai menjadi penyebab 'bencana' nasional ini. Mata uang bolivar turun 98 persen terhadap dolar pada tahun lalu. Itu artinya, upah minimum Venezuela setara dengan hanya beberapa dolar AS dalam sebulan. Saat ini saja, 1 dolar AS hampir setara 40.000 Bolivar.
Sejumlah pihak mengatakan penurunan nilai tukar disebabkan kesalahan kebijakan yang diambil pemerintahan Presiden Nicolas Maduro. Namun, presiden yang telah menjabat sejak 2013 itu menyalahkan sanksi internasional, terutama dari Amerika Serikat, sebagai pemicu terpuruknya ekonomi negara.
Meski begitu, Presiden Maduro pun pernah mengakui kegagalan pemerintahannya pada awal November 2017 lalu. Saat itu Maduro menyebut pemerintahannya tak sanggup membayar seluruh utang negara.
Hanya keajaiban yang bisa menyelamatkan Venezuela dari kebangkrutan. Salah satu bentuk keajaiban itu adalah kenaikan harga minyak dunia yang drastis atau bantuan dari para sekutu seperti Cina, Rusia, Iran untuk menjamin pemerintahan Maduro.
- Penulis :
- Adryan N