Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Efek PPN 12 Persen, Insentif Manufaktur dan Perbaikan Upah Jadi Solusi

Oleh Ahmad Munjin
SHARE   :

Efek PPN 12 Persen, Insentif Manufaktur dan Perbaikan Upah Jadi Solusi
Foto: Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Seminar Nasional ISEI ‘Pengembangan dan Penguatan Ekosistem Keuangan Digital Indonesia’ di Jakarta, Senin (22/7/2024). (ANTARA/Bayu Saputra)

Pantau - Pemerintah didorong untuk memperbaiki standar upah minimum serta memberikan insentif fiskal ke industri manufaktur. Itu penting demi meredam efek kenaikan pajak pertambahan nilai alias PPN menjadi 12 persen.

Pasalnya, menurut ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, kenaikan tarif PPN 12 persen dikhawatirkan bakal makin menekan daya beli masyarakat yang kini disinyalir melemah. Karena itu, kestabilan konsumsi rumah tangga perlu dijaga.

Dari sisi konsumsi rumah tangga ini kan disumbang oleh upah minimum yang terlalu rendah dalam beberapa tahun terakhir, terutama usai UU Cipta Kerja. Jadi, kami sarankan untuk upah 2025 ini naiknya minimal 10 persen ke atas untuk menunjang daya beli kelas pekerja dan masyarakat rentan.

Begitu kata Bhima dikutip dari ANTARA di Jakarta, Selasa (19/11/2024).

Perbaikan upah itu, lanjut dia, harus menggunakan formulasi yang lebih baik dari sebelumnya.

Baca juga: Untung Rugi Kenaikan PPN 12 Persen bagi Perekonomian Indonesia

Selain itu, untuk menjaga tingkat serapan tenaga kerja, pemerintah disarankan untuk memberikan insentif fiskal yang lebih tepat sasaran. Sebelumnya, pemerintah telah memberikan insentif pajak ke sektor hilirisasi tambang. Menurut Bhima, kini waktunya pemerintah memberikan insentif ke sektor manufaktur.

“Sekarang digeser saja ke industri yang sifatnya padat karya, seperti tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki. Apalagi beberapa perusahaan tekstil terancam bangkrut,” tambahnya.

Pemerintah pun diminta mengendalikan impor barang jadi yang menjadi ancaman pelaku usaha domestik, terutama UMKM.

Akan tetapi, Bhima berpendapat untuk mencegah risiko pada sektor ketenagakerjaan dari kenaikan tarif PPN adalah dengan membatalkan wacana PPN 12 persen.

Baca juga: Perluasan Objek Pajak Dinilai Lebih Efektif dari Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

“Dampak dari penurunan daya beli yang kemudian berpengaruh ke omzet pengusaha, lalu pengurangan eksisting tenaga kerja atau PHK maupun rekrutmen tenaga kerja baru yang menurun, ini harus diantisipasi segera. Salah satunya segera terbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk membatalkan tarif kenaikan PPN 12 persen yang berlaku 1 Januari 2025,” ujarnya.

Penulis :
Ahmad Munjin