
Pantau - Pemerintah resmi melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2025 guna memperpanjang dukungan bagi sektor industri padat karya melalui kebijakan keringanan iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).
Keringanan Diperpanjang hingga Januari 2026
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Cris Kuntadi menyampaikan bahwa perubahan utama dalam revisi PP ini adalah perpanjangan masa berlaku keringanan iuran JKK yang semula hanya berlaku hingga Juli 2025.
"Ini merupakan bentuk dukungan terhadap perekonomian. Beberapa program pemerintah memang sudah digelontorkan, termasuk Kemnaker yang mendapat tugas menyalurkan Bantuan Subsidi Upah (BSU). Permenaker-nya sudah selesai dan programnya sudah berjalan," ujar Cris.
Hasil rapat lintas kementerian dan lembaga yang digelar pada 27–28 Mei 2025 memutuskan bahwa masa berlaku keringanan iuran JKK bagi industri padat karya diperpanjang hingga Januari 2026.
Revisi ini ditujukan kepada perusahaan yang bergerak di sektor padat karya tertentu, guna menjaga stabilitas tenaga kerja dan keberlanjutan usaha di tengah tekanan ekonomi global dan domestik.
Tiga Tujuan Utama dan Komitmen Pelindungan Pekerja
Revisi PP ini memiliki tiga tujuan utama:
Memberikan keringanan pembayaran iuran bagi industri padat karya guna meringankan beban perusahaan.
Menjamin pelindungan pekerja dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja meskipun ada pengurangan beban iuran.
Menjaga agar manfaat yang diterima peserta tetap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Yang tidak kalah penting adalah memastikan bahwa perusahaan tetap patuh terhadap program jaminan sosial ketenagakerjaan," tegas Cris.
Ia juga menekankan pentingnya keterbukaan dan akuntabilitas dalam proses penyusunan perubahan kebijakan ini.
"Walaupun ini perubahan, prosesnya harus openance (terbuka), dan itu sudah kami lakukan. Inisiatif ini juga sudah kami ajukan ke Presiden," ungkapnya.
Cris berharap pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dapat segera dituntaskan dalam rapat hari itu, agar proses harmonisasi dapat segera dilanjutkan di Kementerian Hukum dan HAM.
- Penulis :
- Aditya Yohan