
Pantau - Bank Indonesia (BI) memberi sinyal kuat akan kembali memangkas suku bunga acuan atau BI-Rate dalam waktu mendatang, setelah sebelumnya menurunkan suku bunga sebanyak dua kali pada Januari dan Mei 2025 masing-masing sebesar 25 basis poin, sehingga kini berada di level 5,50 persen.
Proyeksi Inflasi Rendah Jadi Dasar Pemangkasan BI-Rate
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan bahwa ruang untuk pemangkasan lanjutan terbuka, seiring proyeksi inflasi yang tetap terkendali serta untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
"Dari sisi kebijakan moneter, kami telah menurunkan suku bunga BI-Rate pada Januari dan Mei ke 5,5 persen, dan kami juga masih ada ruang untuk menurunkan suku bunga BI-Rate ke depan," ungkapnya dalam rapat bersama pemerintah dan Komisi XI DPR RI.
BI menargetkan inflasi tetap berada dalam kisaran 1,5–3,5 persen, dengan sasaran jangka menengah 2,5±1 persen.
"BI arahkan BI-Rate untuk jaga inflasi di level 1,5–3,5 persen," tegas Perry.
Stabilitas Rupiah dan Ekspansi Likuiditas Jadi Prioritas
Selain kebijakan suku bunga, BI juga mengambil langkah-langkah untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, termasuk melalui intervensi di pasar offshore non-delivery forward (NDF), transaksi spot, dan domestic non-delivery forward (DNDF).
Dalam rangka menambah likuiditas di pasar keuangan, BI juga membeli Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder.
Hingga 26 Juni 2025, BI telah membeli SBN senilai Rp132,9 triliun.
"Ini (pembelian SBN) belum termasuk nanti rencana untuk debt switching. Dan ini sebagai bagian kami untuk kebijakan moneter, untuk stabilitas nilai tukar rupiah dan ekspansi likuiditas dalam menjaga pasar dan moneter kita dari dampak rambatan global," jelas Perry.
Dorong Kredit Sektor Produktif dan Pelonggaran Regulasi
Dari sisi kebijakan makroprudensial, BI telah menambah insentif likuiditas makroprudensial (KLM) dari Rp293 triliun pada akhir Desember 2024 menjadi Rp371 triliun pada pertengahan Juni 2025.
"Kami sudah menambah insentif likuiditas Rp80 triliun termasuk untuk mendorong sektor perumahan, pertanian, maupun sektor UMKM dan sektor-sektor yang lain," ujarnya.
BI juga melonggarkan ketentuan rasio pendanaan luar negeri (RPLN) dan rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) untuk memperkuat fungsi intermediasi perbankan.
Di saat yang sama, BI terus mendorong perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit agar sektor riil dapat tumbuh lebih cepat.
Proyeksi Ekonomi 2026 Tetap Positif
Dalam kesempatan yang sama, BI memaparkan proyeksi makro ekonomi Indonesia untuk tahun 2026.
Inflasi diperkirakan tetap terkendali dalam kisaran 1,5–3,5 persen, sementara nilai tukar rupiah diproyeksikan berada di kisaran Rp16.000 hingga Rp16.500 per dolar AS.
Pertumbuhan ekonomi nasional pada 2026 diperkirakan akan berada dalam rentang 4,7–5,5 persen.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf