
Pantau - Kementerian Perindustrian menilai kebijakan tarif resiprokal sebesar 32 persen dari Amerika Serikat terhadap produk impor asal Indonesia sebagai momentum penting untuk memperkuat industri obat berbahan alam dalam negeri.
Industri ini mencakup produk jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka yang memiliki potensi besar untuk tumbuh dan menembus pasar global.
"Kami melihat justru itu adalah peluang sebetulnya dalam kondisi seperti ini," ujar Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi.
Ia menjelaskan bahwa sebagian besar bahan baku farmasi Indonesia masih bergantung pada impor, sehingga penguatan produksi domestik menjadi peluang strategis bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Potensi Besar dan Dukungan Bagi IKM Obat Alam
Indonesia memiliki total 23.576 jenis obat berbahan alam, yang terdiri dari 23.000 jamu, 77 obat herbal terstandar, dan 20 fitofarmaka.
Untuk mengoptimalkan potensi tersebut, Kemenperin menargetkan dukungan terhadap pelaku industri kecil dan menengah (IKM), khususnya dalam pemenuhan syarat sertifikasi yang menjadi tantangan utama.
"Kita ingin menyisir skala yang lebih kecil karena mereka mungkin ada keterbatasan yang harus kita dukung," kata Andi Rizaldi.
Jenis pelaku usaha di sektor ini meliputi Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA), dan Industri Obat Tradisional (IOT).
Ekspor industri obat berbahan alam dari Januari hingga September 2024 tercatat mencapai 639,42 juta dolar AS atau sekitar Rp10,37 triliun, menunjukkan tren ekspansi yang positif.
Teknologi Manufaktur dan Fasilitas Produksi Jadi Prioritas
Kemenperin menyatakan akan terus mendorong pengembangan industri obat berbahan alam melalui kebijakan yang fokus pada peningkatan produksi dan teknologi manufaktur.
Salah satu bentuk konkret dukungan tersebut adalah pembangunan House of Wellness sebagai fasilitas produksi modern untuk pengolahan obat berbahan alam.
Fasilitas ini dilengkapi dengan peralatan untuk pengolahan simplisia, baik segar maupun kering, termasuk sortasi, pencucian, penirisan, perajangan, dan pengeringan.
Sinergi antar pemangku kepentingan dinilai krusial untuk memperkuat daya saing sektor ini di pasar internasional, terlebih di tengah dinamika perdagangan global.
Dengan strategi yang tepat, industri obat bahan alam Indonesia dinilai masih memiliki prospek pertumbuhan yang kuat dan dapat menjadi pilar baru ekonomi nasional.
- Penulis :
- Aditya Yohan