
Pantau - Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, menyatakan bahwa Bank Indonesia (BI) perlu mengombinasikan pelonggaran moneter dengan kebijakan makroprudensial yang lebih agresif guna mempercepat transmisi penurunan suku bunga acuan (BI-Rate) ke sektor perbankan dan kredit.
Menurut Josua, percepatan transmisi sangat penting untuk mendorong pembiayaan sektor riil, terutama di tengah tantangan perlambatan ekonomi dan kebutuhan penciptaan lapangan kerja.
Beberapa langkah yang dinilai dapat mendukung percepatan ini antara lain memperkuat transparansi dalam penetapan suku bunga kredit, meningkatkan kompetisi antarbank melalui digitalisasi, serta memperkuat transmisi kebijakan ke segmen kredit potensial.
Efek Tunda dan Tantangan Struktural Hambat Penurunan Bunga Kredit
Josua menjelaskan bahwa meski BI telah menurunkan suku bunga acuan dan kondisi likuiditas cukup longgar, transmisi ke bunga kredit masih berjalan lambat karena pasar kredit domestik masih konservatif dan penuh kehati-hatian.
Ia menyebut bahwa transmisi BI-Rate ke bunga kredit memiliki efek tunda (lag effect) yang bisa memakan waktu 1 hingga 2 kuartal, tergantung pada kondisi pasar, struktur likuiditas, dan persepsi risiko kreditur.
Di Indonesia, proses transmisi ini berjalan lambat karena adanya sejumlah faktor struktural seperti risiko kredit yang tinggi, Net Interest Margin (NIM) yang masih lebar, serta perbankan yang cenderung belum agresif menurunkan bunga kredit untuk menjaga margin keuntungan.
Meski BI memastikan bahwa likuiditas perbankan relatif memadai, bank tetap berhati-hati karena meningkatnya risiko kredit akibat tekanan perlambatan ekonomi.
Selain itu, persaingan di sektor kredit juga terbatas, sehingga bank tidak memiliki insentif kuat untuk menurunkan bunga kecuali ada tekanan dari pasar atau regulator.
Suku Bunga Turun, Kredit Masih Seret
Pada Rapat Dewan Gubernur BI bulan Juli 2025, BI memangkas BI-Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen, menjadikannya pemangkasan ketiga tahun ini setelah penurunan sebesar 25 bps pada Januari dan Mei.
Meski demikian, bunga kredit perbankan masih tinggi, yakni 9,16 persen pada Juni 2025, hampir tidak berubah dari Mei sebesar 9,18 persen.
Pertumbuhan kredit perbankan juga melambat, tercatat sebesar 7,77 persen (yoy) pada Juni, turun dari 8,43 persen pada Mei.
Rasio likuiditas perbankan tetap terjaga, terlihat dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 27,05 persen pada Juni 2025.
Dari sisi BI, ruang pelonggaran moneter masih terbuka seiring dengan inflasi yang terkendali, nilai tukar rupiah yang stabil, serta mulai meredanya dinamika geopolitik dan perang dagang.
Namun tantangan utama tetap pada efektivitas transmisi kebijakan moneter ke sektor riil melalui perbankan.
Untuk memperkuat transmisi tersebut, BI telah memperkuat kebijakan makroprudensial melalui skema Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).
Hingga pekan pertama Juli 2025, total insentif KLM yang telah dikucurkan mencapai Rp376 triliun.
- Penulis :
- Aditya Yohan