billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Memutus Rantai Jeratan Pinjol, OJK dan Masyarakat Diminta Lakukan Langkah Fundamental

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Memutus Rantai Jeratan Pinjol, OJK dan Masyarakat Diminta Lakukan Langkah Fundamental
Foto: (Sumber: Ilustrasi - Registrasi pinjaman online (pinjol). ANTARA/ Suriani Mappong.)

Pantau - Fenomena pinjaman online (pinjol) semakin mengkhawatirkan di Indonesia, terutama di wilayah Jawa sebagai pusat populasi dan kegiatan ekonomi, dengan total pembiayaan mencapai Rp83,52 triliun per Juni 2025 menurut data OJK.

Risiko Sosial Tinggi, Pinjol Jadi Jalan Pintas Berbahaya

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan tahunan pembiayaan pinjol sebesar 25,06 persen, dengan tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) berada di level 2,85 persen, masih dalam batas aman regulator.

Namun, besarnya nominal utang menjadi sinyal potensi krisis finansial di tengah masyarakat.

Data Bank Dunia menyebutkan ambang garis kemiskinan di Indonesia berada di angka Rp1.512.000 per orang per bulan.

Dengan sekitar 60 persen penduduk masuk kategori miskin atau rentan, mayoritas masyarakat hidup dengan keuangan yang sangat rapuh.

Dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil, banyak dari mereka akhirnya memilih pinjol sebagai jalan pintas untuk kebutuhan mendesak.

Akses pinjaman yang instan dan mudah membuat masyarakat tergoda, namun mereka sering terjebak bunga harian tinggi dan praktik gali lubang tutup lubang.

Upaya OJK dan Pentingnya Solusi Jangka Panjang

Salah satu penyebab utama gagal bayar adalah memutar utang dari satu aplikasi pinjol ke aplikasi lain.

Untuk menekan risiko ini, OJK telah membatasi akses pinjaman maksimal hanya dari tiga platform pinjol per debitur.

Namun, munculnya "gerakan gagal bayar" sebagai bentuk frustrasi kolektif dinilai tidak menyelesaikan akar masalah.

Debitur justru berisiko masuk daftar hitam sistem keuangan nasional dan kehilangan akses terhadap kredit produktif di masa depan.

Solusi fundamental untuk memutus rantai jeratan pinjol bukan hanya sekadar imbauan atau pengawasan dari regulator, melainkan harus dimulai dari pemulihan di tingkat individu dan keluarga.

Langkah ini melibatkan pembenahan pola pikir, penetapan tujuan hidup, dan kesadaran bahwa kemandirian ekonomi keluarga adalah kunci untuk menghindari rasa cemas berkepanjangan dan mampu memberi yang terbaik bagi masa depan.

Langkah praktis yang bisa diterapkan mencakup penataan prioritas penghasilan, dimulai dari berbagi secara spiritual, pemenuhan kebutuhan hidup layak, pembentukan dana darurat, hingga investasi jangka panjang.

Membiasakan berbagi, meski sedikit, juga dipercaya dapat menumbuhkan rasa syukur dan keyakinan bahwa rezeki akan selalu ada bagi mereka yang bertanggung jawab secara finansial.

Penulis :
Ahmad Yusuf
Editor :
Tria Dianti