Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Menjawab "Tujuh Desakan Darurat Ekonomi": Program Sosial Pemerintah Dinilai Investasi Jangka Panjang, Bukan Populisme

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Menjawab "Tujuh Desakan Darurat Ekonomi": Program Sosial Pemerintah Dinilai Investasi Jangka Panjang, Bukan Populisme
Foto: (Sumber: Anak didik sekolah dasar menyantap hidangan makan bergizi gratis (MBG) yang disiapkan pemerintah sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Kota Padang, Sumatera Barat. ANTARA/Muhammad Zulfikar)

Pantau - Aliansi Ekonom Indonesia merilis dokumen bertajuk “Tujuh Desakan Darurat Ekonomi” pada 9 September 2025, yang menyoroti kualitas pertumbuhan ekonomi, perlambatan upah riil, serta risiko fiskal dari sejumlah program sosial pemerintah.

Kritik tersebut diapresiasi sebagai bagian dari kontrol publik terhadap arah kebijakan ekonomi nasional.

Namun, dalam merumuskan kebijakan publik, penting untuk mempertimbangkan konteks menyeluruh dan bukti empiris, bukan semata analisis teknokratis yang lepas dari realitas politik dan sosial.

Dalam kerangka kebijakan publik sebagaimana dirumuskan Harold Lasswell (1951), kebijakan menentukan “siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana.”

Ketimpangan Pertumbuhan dan Tantangan Ketenagakerjaan

Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 2022 stabil di angka 5 persen, manfaatnya belum sepenuhnya dirasakan masyarakat luas.

Data menunjukkan bahwa upah riil hanya meningkat sekitar 1,2 persen.

Sebanyak 80 persen penciptaan lapangan kerja sepanjang 2018–2024 terjadi di sektor informal dengan upah di bawah UMR.

Situasi ketenagakerjaan juga masih memprihatinkan dengan:

  • 7 juta penganggur
  • 11 juta setengah pengangguran
  • 34 juta pekerja paruh waktu

Hal ini mencerminkan adanya kesenjangan antara pertumbuhan makroekonomi dan kesejahteraan nyata di tingkat rumah tangga.

Karena itu, fokus kebijakan perlu diarahkan pada penciptaan lapangan kerja formal yang layak.

Agenda Presiden Prabowo dalam bidang ketenagakerjaan dan pendidikan, termasuk peningkatan kualitas SDM dan perluasan kerja formal, merupakan respons terhadap kebutuhan masyarakat yang nyata dan mendesak.

Mandat politik dari 58 persen pemilih pada Pilpres 2024 telah diakomodasi dalam Undang-Undang RPJPN dan Peraturan Presiden RPJMN sebagai landasan hukum dan perencanaan pembangunan jangka panjang.

Menilai kebijakan pemerintah sebagai “tidak berbasis bukti teknokratis” tanpa melihat proses politik yang sah, adalah pengabaian terhadap pendekatan policy process ala Easton, di mana input politik diolah menjadi output kebijakan terstruktur.

Program MBG dan Sekolah Rakyat: Investasi Sosial Bukan Beban Fiskal

Salah satu poin kritik menyebut bahwa alokasi Rp1.414 triliun (37,4 persen APBN 2026) untuk program seperti:

  • Makan Bergizi Gratis (MBG)
  • Hilirisasi
  • Subsidi energi
  • Koperasi Desa Merah Putih

merupakan program populis yang disebut mengorbankan sektor pendidikan, kesehatan, serta tenaga medis dan guru.

Namun, justru program-program tersebut merupakan instrumen strategis yang menopang langsung peningkatan kualitas SDM.

MBG, misalnya, memiliki preseden kuat di Jepang, Inggris, dan India, yang terbukti meningkatkan capaian belajar dan kesehatan anak, serta berdampak pada peluang masuk kerja formal.

Data Indonesian Family Life Survey (IFLS) 1993–2014 menunjukkan bahwa 64 persen anak dari keluarga miskin tetap berada dalam kategori miskin, mengindikasikan adanya intergenerational poverty atau kemiskinan yang diwariskan.

Untuk memutus siklus tersebut, Sekolah Rakyat ditujukan bagi anak dari desil 1 dan 2, yakni kelompok keluarga miskin dan miskin ekstrem.

Fasilitas yang disediakan antara lain: kasur sendiri, makan tiga kali sehari, meja belajar, bahkan laptop.

Sekolah berasrama semacam ini terbukti di banyak negara mampu mendorong mobilitas sosial dan ekonomi anak-anak dari kelompok termiskin.

Lulusan Sekolah Rakyat memiliki peluang lebih tinggi untuk masuk ke pasar kerja formal.

Desain kebijakan ini sejalan dengan pendekatan human development ala Amartya Sen, yang menekankan pentingnya memperluas kapabilitas agar anak bisa memilih masa depan yang lebih baik.

Baik Program MBG maupun Sekolah Rakyat merupakan investasi sosial jangka panjang yang dirancang untuk meningkatkan daya saing bangsa dari akar.

Hingga saat ini, program-program tersebut tidak mengganggu stabilitas fiskal, karena defisit APBN tetap dijaga di bawah ambang batas 3 persen.

Penulis :
Ahmad Yusuf