billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Indonesia Wajib Adopsi AI di Industri Manufaktur atau Kehilangan Daya Saing Permanen

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Indonesia Wajib Adopsi AI di Industri Manufaktur atau Kehilangan Daya Saing Permanen
Foto: Indonesia Wajib Adopsi AI di Industri Manufaktur atau Kehilangan Daya Saing Permanen

Pantau - Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) kini menjadi tulang punggung pertumbuhan industri global dan terbukti mampu mendorong efisiensi serta inovasi secara signifikan.

Melalui inisiatif Making Indonesia 4.0, Indonesia menunjukkan keseriusannya dalam mengikuti arus adopsi teknologi tersebut.

Kementerian Perindustrian telah menetapkan 29 perusahaan sebagai National Lighthouse Industry, sebagai bukti nyata komitmen ini.

Penetapan tersebut didasarkan pada keberhasilan perusahaan-perusahaan tersebut dalam mengintegrasikan teknologi AI untuk meningkatkan efisiensi produksi dan menciptakan keunggulan kompetitif.

Perusahaan-perusahaan itu berasal dari sektor-sektor vital seperti kimia dan petrokimia, makanan dan minuman, semen dan material bangunan, otomotif dan komponennya, tekstil, serta farmasi.

Penggunaan AI di sektor-sektor tersebut mampu mengoptimalkan berbagai aspek seperti pelacakan produk, akurasi prediksi permintaan, serta efisiensi robotik dan perakitan.

Hal ini mempertegas bahwa AI memiliki fleksibilitas tinggi dan dapat diterapkan untuk menjawab beragam tantangan operasional lintas sektor.

Dampak Positif Integrasi AI dalam Industri Nasional

Penerapan AI di 29 lighthouse industry membawa efek besar, antara lain peningkatan efisiensi produksi, penghematan biaya, dan naiknya pendapatan perusahaan.

Produk-produk dari perusahaan tersebut kini memiliki daya saing lebih tinggi di pasar internasional berkat sistem berbasis data yang presisi.

Kebutuhan bahan baku dapat diprediksi dengan akurat, distribusi logistik lebih tertata, dan arus informasi internal mengalir lebih cepat.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menyatakan, "Perkembangan AI adalah faktor penentu kemajuan manufaktur global," ungkapnya menegaskan pentingnya transformasi digital di sektor industri.

Data dari Deloitte menguatkan pernyataan tersebut, di mana 93 persen pelaku industri global mengakui bahwa AI adalah teknologi utama pendorong pertumbuhan dan inovasi.

Namun di balik pencapaian ini, mayoritas industri manufaktur Indonesia masih berada di tahap AI Aware, yaitu baru menyadari potensi AI tanpa memiliki kapasitas untuk mengimplementasikannya.

Hambatan dan Strategi Menutup Kesenjangan Adopsi AI

Terdapat tiga hambatan utama dalam adopsi AI di sektor manufaktur Indonesia.

Pertama adalah krisis keterampilan SDM, khususnya kekurangan tenaga ahli seperti engineer, data scientist, dan operator teknologi AI.

Kedua, biaya implementasi yang tinggi menjadi tantangan berat, terutama bagi pelaku industri kecil dan menengah (UKM).

Ketiga, kompleksitas integrasi sistem lama yang masih banyak digunakan di pabrik-pabrik, membuat penerapan teknologi modern sulit dilakukan.

Untuk menutup kesenjangan tersebut, direkomendasikan tiga strategi nasional.

Pertama, melakukan transformasi terhadap model lighthouse industry agar menjadi pusat transfer pengetahuan wajib, serta memberikan insentif agar perusahaan-perusahaan ini membina ekosistem industrinya.

Insentif keuangan seperti subsidi atau keringanan pajak juga diperlukan untuk meringankan biaya awal adopsi teknologi.

Kedua, mempercepat reformasi pendidikan vokasi agar sejalan dengan kebutuhan industri 4.0, dengan fokus pada keterampilan praktis di bidang AI dan robotika.

Selain itu, pekerja yang sudah ada perlu mendapat pelatihan ulang (reskilling) agar mampu beradaptasi dengan sistem berbasis AI.

Ketiga, mendorong pengembangan solusi lokal dan modular melalui kolaborasi antara pemerintah, industri, dan startup lokal, untuk menciptakan sistem AI yang lebih terjangkau dan mudah diintegrasikan.

Tantangan utama bukan lagi efektivitas teknologi, melainkan strategi untuk menjembatani celah keterampilan dan pembiayaan.

Jika ketiga strategi ini dilaksanakan secara konsisten dan menyeluruh, maka adopsi AI di Indonesia tidak akan lagi terbatas pada 29 perusahaan unggulan.

Sebaliknya, kegagalan menutup kesenjangan tersebut akan menyebabkan hilangnya daya saing industri nasional secara permanen.

AI kini bukan sekadar pilihan, melainkan sudah menjadi kewajiban untuk memastikan keberlanjutan dan ketahanan sektor manufaktur Indonesia.

Penulis :
Ahmad Yusuf