Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Single Profile Policy Dinilai Kunci Perbaikan Sistem Pajak dan Penguatan Kepercayaan Publik

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Single Profile Policy Dinilai Kunci Perbaikan Sistem Pajak dan Penguatan Kepercayaan Publik
Foto: (Sumber : KTP elektronik dan nomor pokok wajib pajak (NPWP). ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif.)

Pantau - Pajak tidak hanya menjadi sumber penerimaan negara, tetapi juga mencerminkan hubungan kepercayaan antara pemerintah, warga, dan dunia usaha.

Permasalahan Fragmentasi Identitas dan Dampaknya

Kepatuhan pajak dinilai tidak sekadar bergantung pada regulasi, melainkan pada persepsi bahwa sistem perpajakan berjalan adil, transparan, dan mudah diakses.

Di negara berkembang termasuk Indonesia, kepercayaan ini kerap terganggu oleh administrasi rumit, duplikasi data, serta prosedur birokratis yang memakan waktu dan biaya.

Kompleksitas tersebut menyebabkan potensi penerimaan pajak tidak optimal dan keengganan masyarakat terhadap sistem perpajakan modern tetap tinggi.

Salah satu akar persoalan adalah fragmentasi identitas fiskal dan kependudukan melalui penggunaan NIK untuk urusan sipil dan NPWP untuk urusan perpajakan.

Perbedaan identitas ini menimbulkan duplikasi data, kesulitan verifikasi, serta peluang manipulasi yang mengganggu integritas administrasi perpajakan.

Pada era digitalisasi, model identitas ganda dinilai tidak lagi relevan.

Ketidaksinkronan data wajib pajak dan data kependudukan turut memicu kesalahan pelaporan, keterlambatan proses, serta hambatan dalam penegakan hukum fiskal yang adil dan tepat sasaran.

Single Profile Policy sebagai Solusi

Gagasan Single Profile Policy muncul sebagai solusi dengan memadukan satu identitas dan menjadikan NIK sebagai identitas utama perpajakan.

Kebijakan ini dipandang sebagai langkah strategis menuju sistem fiskal yang inklusif, efisien, dan terpercaya.

Dengan basis data tunggal, Direktorat Jenderal Pajak dapat mengidentifikasi wajib pajak secara lebih presisi, meminimalkan kebocoran data, serta memperkuat pengawasan dan pelayanan.

Single Profile Policy diharapkan menjadi fondasi baru dalam membangun kepatuhan sukarela sehingga masyarakat melihat pajak sebagai kontribusi yang dikelola dengan sistem sederhana, aman, dan transparan.

Data DJP mencatat hingga akhir 2024 terdapat sekitar 72 juta NPWP aktif.

Setelah proses pemadanan awal dengan data Dukcapil, ditemukan 18–20 persen data wajib pajak belum cocok atau belum memiliki pasangan NIK valid.

Ketidaksinkronan ini menimbulkan inefisiensi pengawasan, risiko duplikasi identitas, dan memperlebar tax gap.

Tax gap atau selisih antara potensi dan realisasi penerimaan pajak pada 2023 tercatat masih sekitar 35 persen menurut estimasi Kementerian Keuangan.

Penulis :
Ahmad Yusuf