
Pantau.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai, penambahan utang yang masih terjadi dalam pengelolaan keuangan RI yakni untuk menutupi kekurangan anggaran (defisit).
Meski demikian utang yang dilakukan oleh pemerintah sudah diperhitungkan dengan baik bahkan satu tahun sebelum pelaksanaannya ditetapkan melalui Undang-undang APBN. Menurutnya, ini ada upaya untuk menanggulangi defisit yang masih terjadi pada APBN.
"Kalau ditanya misalnya setiap bulan kita terbitkan APBN kita utang kita nambah, BI terbitkan sulni utang nambah, enggak sudah kaget di APBN sudah ditetapkan. Tahun ini APBN sudah mencatat bahwa ada defisit Rp296 triliun," ujar Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Afirman saat jumpa pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (1/2/2019).
Baca juga: Bunga 8,15 Persen? Millennial Bisa Investasi Mulai Rp1 Juta, ini Caranya!
"Atinya kita menyiapkan pembiyayan untuk menutupi defisit tadi, yang merupakan amanat undang-undang. kalau dibilang utang nambah (misal) Rp1 T (triliun), lihat saja di APBN berapa (proyeksinya),"imbuhnya.
Luky menambahkan, saat ini kondisi utang pemerintah masih sangat aman. Sesuai dengan ketentuan undang-undang yakni tak melebihi ambang batas 60 persen dari Produk Dosmetik Bruto (PDB) RI.
"Kalau di APBN nambah (ada penambahan utang) tahun sebelumnya kita udah tahu. Enggak ada suprise semua transparan semua jelas. Kalau ditanya aman InsyaAllah aman. Karena kita jauh dibawah batas yang ditetapkan undang-undang," katanya.
Baca juga: Sindiran Maut Sri Mulyani untuk Pihak yang 'Nyinyirin' Ekonomi RI
Apalagi jika dibandingkan dengan rasio utang di beberapa negara-negara kata dia, jumlahmha masih sangat aman.
"Sangat aman (Indonesia), Jepang tertinggi mencapai 260 persen dari PDB, Amerika 107 persen, negara tetangga kita; Thailand 42 persen, Filipina 42 persen, Malaysia 50 persen. Indonesia masih sangat aman. Itu dari sisi pemerintah," pungkasnya.
Untuk diketahui defisit APBN 2019, atau kekurangan anggaran APBN diproyeksikan sebesar Rp296 triliun, jumlah tersebut turun 5,8 persen jika dibandingkan dengan proyeksi APBN tahuh lalu.
Pembiayaan anggaran ini renacanaya berasal dari pernbiayaan utang baik berupa Surat Berharga Negara (SBN) Konvensional dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
- Penulis :
- Nani Suherni