
Pantau - Perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025 yang berlangsung meriah di berbagai daerah justru menyisakan tekanan berat bagi masyarakat berpenghasilan rendah akibat lonjakan harga bahan pokok yang dinilai tidak wajar.
Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan, menegaskan bahwa kenaikan harga pangan selama Nataru tidak bisa dibenarkan hanya karena peningkatan konsumsi, karena kondisi tersebut menunjukkan lemahnya pengawasan distribusi dan potensi praktik spekulasi.
“Kenaikan harga yang berlebihan mengindikasikan terganggunya rantai pasok pangan serta potensi lemahnya pengawasan di tingkat lapangan. Negara tidak boleh absen dalam situasi seperti ini dan harus memastikan distribusi berjalan normal serta tidak ada pihak yang mengambil keuntungan berlebihan di tengah momentum sensitif Nataru,” ungkapnya.
Dampak Kenaikan Harga Terasa Langsung di Kalangan Masyarakat Kecil
Johan menyebut banyak keluhan masyarakat terhadap naiknya harga beras, cabai, bawang, telur, dan daging ayam di pasar tradisional, yang menurutnya terjadi hampir setiap musim libur panjang dan tidak boleh dianggap sepele.
“Bagi pekerja harian, buruh, dan masyarakat kecil, kenaikan harga sekecil apa pun dampaknya sangat besar terhadap kemampuan mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ia menambahkan.
Menurutnya, lonjakan harga tersebut mencerminkan ketimpangan antara peningkatan konsumsi masyarakat kelas menengah atas dengan daya beli masyarakat kecil yang semakin tertekan.
“Libur panjang yang seharusnya membawa kebahagiaan justru berubah menjadi periode paling rawan inflasi pangan,” ujar Johan.
Data dari Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) menunjukkan lonjakan harga bahan pokok selama periode Nataru 2025, seperti:
Bawang merah: dari Rp35.000 menjadi Rp40.000 per kg
Bawang putih: dari Rp40.000 menjadi Rp50.000 per kg
Cabai rawit: dari Rp45.000 menjadi Rp80.000 per kg
Daging ayam: dari Rp35.000 menjadi Rp45.000 per kg
Daging sapi: dari Rp130.000 menjadi Rp140.000 per kg
Desakan Intervensi Negara dan Pengawasan Lapangan
DPR, kata Johan, terus mendorong pemerintah untuk menjamin ketersediaan stok pangan, melakukan operasi pasar yang efektif, serta mengaktifkan Satgas Pangan agar turun langsung ke lapangan.
Ia menekankan bahwa pengawasan tidak boleh hanya dibahas di level kebijakan atau dalam ruang rapat, melainkan harus hadir langsung di pasar dan sepanjang jalur distribusi.
“Tanpa pengawasan langsung di lapangan, praktik spekulasi dan penimbunan akan terus berulang setiap musim libur panjang,” tegasnya.
Aspirasi masyarakat soal mahalnya harga pangan telah menjadi dasar bagi DPR untuk mendesak pemerintah melakukan intervensi, menambah pasokan, dan menertibkan pelanggaran distribusi serta perdagangan.
Johan menilai bahwa perlindungan terhadap masyarakat miskin harus dilakukan melalui langkah konkret seperti menjaga stabilitas harga, menguatkan daya beli, menyalurkan pasar murah dan operasi pasar kepada kelompok rentan, serta memastikan bantuan sosial tepat sasaran.
“Nataru tidak boleh menjadi momen rutin kenaikan harga pangan. Pemerintah harus tegas dalam pengawasan dan cepat dalam intervensi. Pelaku usaha harus menjunjung etika bisnis,” ujarnya.
Ia menutup dengan menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban konstitusional untuk menjamin keterjangkauan harga pangan, terutama pada momen yang seharusnya menjadi waktu kebahagiaan bagi seluruh rakyat.
- Penulis :
- Gerry Eka








