
Pantau - Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, mendorong pemerintah Indonesia untuk bersikap lebih tegas dan aktif dalam membangun diplomasi internasional guna melawan disinformasi dan kampanye negatif terhadap industri sawit nasional.
“Kita tidak boleh terus minta dimengerti. Kita harus bicara tegas, berbasis data, dan membela kepentingan petani serta bangsa kita sendiri,” tegasnya.
Sawit Jadi Sasaran Proteksionisme Negara Maju
Firman menilai bahwa industri sawit Indonesia selama ini sering menjadi sasaran tuduhan yang tidak sepenuhnya didasari kepedulian terhadap lingkungan, melainkan didorong oleh kepentingan ekonomi dan proteksionisme dagang, terutama dari negara-negara maju di Eropa.
Ia menyebut bahwa tudingan terhadap sawit sebagai penyebab deforestasi, kerusakan lingkungan, dan pelanggaran HAM kerap disampaikan tanpa melihat konteks global atau membandingkannya secara adil dengan komoditas lain.
“Kalau bicara lingkungan, harus adil. Jangan hanya sawit yang disorot, sementara kedelai, bunga matahari, atau rapeseed yang butuh lahan jauh lebih luas justru tidak pernah dipersoalkan,” ungkapnya.
Indonesia Sudah Terapkan Kebijakan Sawit Berkelanjutan
Firman menegaskan bahwa Indonesia telah menjalankan berbagai kebijakan keberlanjutan, antara lain melalui sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), moratorium izin baru perkebunan sawit, dan penguatan transparansi dalam tata kelola perkebunan.
“Indonesia dan Malaysia sudah bergerak ke arah industri sawit berkelanjutan. Ini fakta yang sering diabaikan oleh NGO dan negara-negara pengkritik,” ujarnya.
Ia menolak pandangan yang menyamaratakan sawit sebagai ancaman lingkungan, dan justru menyebut bahwa jika dikelola dengan benar, sawit dapat memberikan kontribusi ekologis seperti penyerapan karbon dan perbaikan tata guna lahan.
“Yang harus kita lawan bukan sawitnya, tapi praktik buruknya. Kalau dikelola dengan benar, sawit justru seharusnya bisa menjadi solusi, bukan masalah yang mesti kita khawatirkan,” tutupnya.
- Penulis :
- Gerry Eka







