
Pantau.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan banyak yang melihat utang dari sisi nominal, padahal kata dia rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) masih jauh dari ambang batas yang ditentukan oleh undang-undang yakni sebesar 60 persen.
"Total utang tidak boleh lebih dari 60 persen bahkan kita sekarang menggunakan hard limit sebesar 30 persen padahal sebetulnya undang-undang membolehkan sampai 60 persen," ujarnya saat pemaparan di Ruang Komisi XI, Kompleks DPR RI, Jakarta, Senin (17/6/2019).
"Sering dilihat nominalnya saja, padahal dari sisi (perbandingan) terhadap GDP masih dibawah 30 persen, itu pun kita ukur sebagai hard limit karena sebetulnya by law kita boleh sampai 60 persen," imbuhnya.
Baca juga: Utang Luar Negeri RI Naik (Lagi) 8,7 Persen Jadi Rp5.533 Triliun
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga menegaskan selama ini utang dijaga ketat. Hal tersebut kata dia terbukti dengan peningkatan utang yang posisinya jauh dibandingkan posisi belanja produktif.
"Tambahan utang dibandingkan tambahan belanja produktif itu jauh lebih besar belanja produktif. Tahun 2014 tambahan utang 33 tapi belanja produktif untuk infrastruktur, pendidikan kesehatan, naik 700 persen plus belanja ke daerah," katanya.
Bahkan kata dia, tahun 2017 hingga 2018 pertumbuhan utang menurun namun belanja produktif mencapai Rp1.000 triliun. Baik di sektor infrastruktur, kesehatan maupun pendidikan.
Baca juga: Investasi Rp20 Miliar di Lokasi ini Bisa Terima Tax Holiday 50 Persen
"Tahun 2017-2018 naiknya utang itu sekarang jauh lebih kecil kalau kita lihat menurun, tapi belanja produktif melebihi Rp1.000 triliun. Kalau kita lihat hampir semua belanja proudiktif naik cukup tinggi," katanya.
"Growth infrastruktur double digit diatas 40 persen, kemudian kalau kita lihat sisi pendidikan, kesehatan saya mau menunnjukkan saat growth utang menurun justru belanja produktif meningkat, kalau lihat 2017,2018,2019 diatas Rp1,000 triliun tapi utang kita turun makanya growth negatif, kami sangat hati-hati mengelola utang," pungkasnya.
- Penulis :
- Nani Suherni