
Pantau.com - Gelompang protes soal rencana perdagangan bebas antara Indonesia-Australia juga mendapatkan sorotan dari serikat buruh di Australia. Dewan Serikat Pekerja ACTU menyebut hal ini akan menyebabkan "banjir" pekerja Indonesia ke Australia.
Mereka mencontoh, perjanjian ini sebagai kesepakatan cerdik yang menguntungkan para pemegang visa sementara. Secara terpisah serikat pekerja manufaktur mengatakan tidak ada bukti substantif kesepakatan itu akan menguntungkan para pekerja Australia.
Di Indonesia sendiri, sejumlah kalangan telah menyuarakan sikap penolakan. Salah satunya, LSM koalisi masyarakat sipil untuk keadilan ekonomi.
Baca juga: Penajam Paser Utara-Kutai Kartanegara Kaya Migas dan Sumber Daya Alam
Menurut Kartini Samon dari LSM tersebut, perjanjian ini justru akan membuat Indonesia kebanjiran barang impor dari Australia.
Kartini menyebut neraca perdagangan Indonesia-Australia selama ini selalu defisit. Data Kementerian Perdagangan RI menyebutkan defisit tersebut pada tahun 2018 mencapai 3,02 miliar dolar AS. Sekitar 33 persen impor pertanian Indonesia sepanjang tahun 2018 juga berasal dari Australia.
Baca juga: Uang Pas-pasan? 5 Kota di Indonesia Ini Tawarkan Biaya Hidup Paling Murah
Apalagi, kata Kartini, kebanyakan ekspor Indonesia ke Australia sebenarnya sudah banyak yang mendapatkan tarif 0 persen.
Sementara itu, Teguh Boediyana dari Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia menyatakan khawatir perjanjian ini akan menghambat swasembada peternakan di Indonesia pada tahun 2026 seperti yang ditargetkan pemerintah.
- Penulis :
- Nani Suherni