
Pantau.com - Pemerintah Amerika Serikat, melalui United States Trade Representative (USTR) resmi mengeluarkan keputusan untuk memperpanjang pemberian fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia. Perpanjangan preferensi tarif GSP ini disambut baik oleh Pemerintah Indonesia.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, di tengah menurunnya perdagangan internasional akibat pandemi COVID-19, optimistis dengan pemberian fasilitas GSP ini akan membantu meningkatkan kinerja ekspor Indonesia ke Negeri Paman Sam.
"Ini mencakup kerjasama perdagangan, investasi hingga sektor informasi, komunikasi dan teknologi, diharapkan dapat membantu mendongkrak perdagangan dua arah Indonesia dan AS hingga mencapai USD60 miliar pada tahun 2024," ujar Luhut di Jakarta, Senin (2/11/2020).
Baca juga: Jumpa Menlu AS, Presiden Jokowi Harapkan Perpanjangan GSP
Tingginya intensitas kerjasama di bidang perdagangan antara kedua negara juga menjadi katalis yang efektif bagi peningkatan arus investasi dua pihak, termasuk dari AS ke Indonesia.
GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk, yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah AS kepada negara-negara berkembang di dunia sejak tahun 1974. Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS pada tahun 1980.
Berdasarkan data statistik dari United States International Trade Commission (USITC), pada tahun 2019 lalu, ekspor Indonesia yang menggunakan GSP mencapai USD2,61 miliar. Angka ini setara dengan 13,1% dari total ekspor Indonesia ke AS, yakni USD20,1 miliar.
Baca juga: Soal Insentif Bea Masuk Ditanggung Pemerintah, Ini Penjelasan Kemenkeu
Ekspor GSP Indonesia di tahun 2019 berasal dari 729 pos tarif barang dari total 3.572 pos tarif produk yang mendapatkan preferensi tarif GSP.
Hingga bulan Agustus 2020, nilai ekspor GSP Indonesia ke AS tercatat sebesar USD1,87 miliar atau naik 10,6 persen dibandingkan periode sama di tahun sebelumnya. Indonesia saat ini merupakan negara pengekspor GSP terbesar ke-2 di AS setelah Thailand (USD2,6 miliar).
- Penulis :
- Tatang Adhiwidharta





