
Pantau - Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid menyindir kasus korupsi yang menyeret Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Ia mengatakan, porsi prajurit TNI aktif menduduki jabatan sipil dianggap perlu dievaluasi buntut kisruh penanganan kasus suap di lingkungan Basarnas.
"Prajurit TNI aktif boleh duduk di jabatan sipil, tapi ketika korupsi tidak mau tunduk pada hukum sipil. Ini inkonsistensi kebijakan," ujar Usman, Minggu (30/7/2024).
Usman Hamid menegaskan bahwa Basarnas adalah lembaga dengan jabatan sipil. Oleh karena itu, kasus hukum yang menjerat pejabat Basarnas semestinya tunduk pada peradilan sipil.
Apalagi, lanjutnya, dalam Pasal 42 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menegaskan bahwa lembaga antirasuah itu berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.
Sejauh ini, anggapan bahwa Henri Alfiandi harus diproses secara militer berangkat dari Pasal Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
"Beleid ini seharusnya sudah dikesampingkan oleh berbagai undang-undang yang lebih baru di atas," tegasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas