Pantau Flash
HOME  ⁄  Hukum

Anggota DPR Desak Eks Kapolres Ngada Dihukum Berat Atas Kasus Asusila

Oleh Laury Kaniasti
SHARE   :

Anggota DPR Desak Eks Kapolres Ngada Dihukum Berat Atas Kasus Asusila
Foto: Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina. ANTARA/HO-Humas DPR RI

Pantau - Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Selly Andriany Gantina mendesak agar mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja agar dihukum berat dan maksimal atas dugaan mencabuli dan merekam tiga anaknya yang masih di bawah umur.

"Harus dihukum maksimal. Apalagi, dia sebagai Kapolres seharusnya memberi contoh, bukan merenggut masa depan anaknya sendiri, benar-benar perbuatan biadab," kata Selly, Selasa (11/3/2025).

Meskipun saat ini AKBP Fajar sudah dicopot dari jabatannya dan tengah berproses pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) di institusi Polri. Namun, Selly menegaskan bahwa hal itu tidak memberikan rasa puas bagi hukum di negara ini.

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, UU Narkotika Pasal 127 ayat (1), Selly mendesak agar hukuman maksimal dijatuhkan kepada AKBP Fajar.

"Artinya bila di-juncto-kan, serendahnya dia bisa dikenai hukuman 20 tahun. Akan tetapi, karena bejatnya, saya pikir hukuman seumur hidup atau mati lebih pantas," ujarnya.

Jeratan Pasal 13 UU TPKS bisa diberikan kepada yang bersangkutan dengan hukuman 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar. Namun, karena pelaku adalah pejabat daerah maka hukumannya bisa diperberat sepertiga atau tambahan 5 tahun serta perekaman yang membuat dirinya bisa dituntut tambahan 4 tahun.

Baca juga: KPAI Sebut Perbuatan Kapolres Ngada Masuk dalam Bentuk Baru TPPO

Terlepas dari kebejatan pelaku, mengutip mandat Ketua DPR RI Puan Maharani, Selly juga meminta agar perlindungan terhadap anak dan perempuan menjadi prioritas utama dalam sistem hukum dan kebijakan negara.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa kejahatan terhadap anak adalah pelanggaran serius terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang tidak boleh dibiarkan, terutama ketika terjadi dalam institusi penegak hukum yang seharusnya menjadi garda depan perlindungan.

"Proses hukum yang transparan dan akuntabel menjadi kebutuhan mendesak sehingga keadilan bagi para korban dapat terwujud tanpa hambatan," kata Selly.

Selly berharap makin memperkuat peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak untuk memastikan bahwa korban mendapatkan pendampingan hukum dan psikososial yang layak.

"Tidak hanya itu, pengawasan yang lebih ketat terhadap institusi penegak hukum juga menjadi langkah yang perlu agar kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara tetap terjaga," tuturnya.

Dikatakan pula bahwa masa depan anak-anak korban kekerasan seksual harus menjadi perhatian utama. Dukungan pendidikan, rehabilitasi, serta lingkungan yang aman harus menjadi prioritas agar mereka dapat kembali menjalani kehidupan yang normal tanpa trauma berkepanjangan.

Ia juga menyoroti pentingnya kerja sama antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat dalam memperkuat perlindungan anak, serta menekankan pendidikan tentang bahaya kekerasan seksual sejak dini dan dukungan negara untuk memastikan anak tumbuh aman dan memiliki masa depan cerah.

Baca juga: Diduga Terlibat Narkoba dan Asusila, Eks Kapolres Ngada NTT Ditangkap

Penulis :
Laury Kaniasti