Pantau Flash
HOME  ⁄  Hukum

Hakim Sebut Vonis Bebas Ronald Tannur Berdasarkan Fakta Persidangan, Bukan Arahan

Oleh Pantau Community
SHARE   :

Hakim Sebut Vonis Bebas Ronald Tannur Berdasarkan Fakta Persidangan, Bukan Arahan
Foto: Putusan bebas Ronald Tannur menuai sorotan usai pengakuan hakim terkait penerimaan uang dari pengacara.

Pantau - Hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Mangapul, mengklaim bahwa vonis bebas terhadap Ronald Tannur diputuskan secara objektif bersama dua hakim lainnya, berdasarkan fakta persidangan yang tidak menunjukkan keterlibatan Ronald dalam kematian Dini Sera.

Mangapul menyatakan, "Setelah kami perhatikan dari sidang perdana sampai pemeriksaan terdakwa kasus Ronald Tannur, kami sependapat untuk menyatakan bahwa terdakwa itu tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan".

Ia mengaku bingung atas viralnya video yang memperlihatkan pelindasan Dini oleh mobil Ronald karena menurutnya video tersebut tidak pernah ditampilkan di ruang sidang.

"Yang saya bingung, kok video ini di persidangan tidak ada. Makanya, saya kaget juga kenapa jadi bermasalah putusan kami waktu itu", ujar Mangapul.

Tidak Ada Arahan, Tapi Ada "Uang Terima Kasih"

Mangapul menegaskan bahwa tidak ada intervensi dari pihak mana pun dalam putusan tersebut, baik dari keluarga, pengacara, maupun sesama hakim.

Namun, ia tidak membantah telah menerima "uang terima kasih" dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, setelah vonis bebas dibacakan.

Pengakuan tersebut disampaikan Mangapul dalam kapasitasnya sebagai saksi mahkota dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Kasus ini menyeret tiga hakim nonaktif PN Surabaya, yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, yang didakwa menerima suap terkait putusan bebas Ronald Tannur pada 2024.

Mereka dituduh menerima suap sebesar Rp4,67 miliar, terdiri dari uang Rp1 miliar dan 308.000 dolar Singapura setara Rp3,67 miliar (dengan kurs Rp11.900).

Selain suap, mereka juga diduga menerima gratifikasi dalam bentuk mata uang asing lainnya seperti dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, dan riyal Saudi.

Perbuatan ketiganya diancam pidana berdasarkan Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penulis :
Pantau Community