
Pantau - Palestina menyuarakan keprihatinannya kepada keputusan Israel untuk melakukan operasi militer di Kota Rafah, Jalur Gaza selatan pada Jumat (15/3).
Melansir dari kantor berita Wafa pada Sabtu (16/3/2024), Palestina menegaskan bahwa aksi tersebut dapat menjadi suatu gelombang pembantaian baru dan pengungsian lebih lanjut.
"Setiap operasi militer di Rafah berarti melakukan pembantaian baru dan melanjutkan kejahatan pengusiran terhadap rakyat kami," kata pihak Kepresidenan Palestina.
Pernyataan tersebut menyerukan campur tangan segera dari Amerika Serikat dan masyarakat internasional untuk mencegah agresi mliter Israel yang akan memperburuk penderitaan rakyat Palestina di Jalur Gaza.
Hal itu disetujui oleh Perdana Menteri Israel Netanyahu. Padahal, Mahkamah Internasional (ICJ) pada Januari 2024 memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan aksi genosida.
"Perdana Menteri Israel Netanyahu menyetujui rencana operasi militer di Rafah, dan tentara (Israel) secara operasional mempersiapkannya dan mengevakuasi penduduk," ujar kantor Netanyahu dalam sebuah pernyataan tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Beberapa negara telah mengingatkan Israel untuk tidak melakukan operasi militer di Rafah, karena wilayah tersebut menampung lebih dari 1,4 juta warga palestina.
Diketahui Israel telah melancarkan serangan militer mematikan di Jalur Gaza, sebagai bentuk balas dendam semenjak serangan lintas batas yang dilakukan kelompok Hamas pada 7 Oktober yang menewaskan hampir 1.200 orang.
Seja saat itu, terdapat 31.490 warga palestina meninggal dunia dan 73.439 mengalami luka-luka di tengah kehancuran massal.
Laporan: Kaorie Zeto Hapki
- Penulis :
- Sofian Faiq