
Pantau - Sikap bungkam Amerika Serikat (AS) dan sekutunya di Eropa terhadap gencatan senjata di Jalur Gaza, Palestina, yang hingga kini masih dirundingkan, mendapat kecaman Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.
Erdogan menyebut, AS dan Eropa tak banyak menekan Israel agar menyetujui gencatan senjata di Jalur Gaza, yang mana telah menewaskan banyak korban jiwa, termasuk perempuan dan anak-anak.
Kritikan Presiden Turki ini dilontarkan usai Hamas menguasai Jalur Gaza, pada pekan lalu dan mengumumkan pihaknya menyetujui proposal gencatan senjata yang diajukan Mesir dan Qatar selaku mediator.
Turki sejauh ini mengecam serangan Israel di Jalur Gaza dan mendesak segera gencatan senjata. Turki juga mengkritik yang disebutnya sebagai dukungan tanpa syarat dari beberapa negara barat terhadap Israel.
Ankara bahkan menyetop seluruh jalur perdagangan dengan Israel, dan memutuskan bergabung dengan inisiatif Afrika Selatan (Afsel) agar Mahkamah Pidana Internasional (ICH) mengadili Tel Aviv atas aksi genosida.
Ketika berbicara kepada para cendekiawan Muslim di Istanbul, Minggu (12/5/2024), Ergodan menuturkan, Hamas sudah menerima proposal gencatan senjata dari Mesir dan Qatar sebagai 'langkah menuju gencatan senjata yang langgeng'. Namun, negara di bawah kepemimpinan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu tak ingin perang berakhir.
"Respons pemerintahan Netanyahu adalah dengan menyerang orang-orang yang tidak bersalah di Rafah," ucap Erdogan merujuk pada kota perbatasan di Jalur Gaza bagian selatan yang kini sedang menjadi target serangan Israel.
"Sudah jelas siapa yang berpihak pada perdamaian dan dialog, dan siapa yang menginginkan pertempuran terus berlanjut dan lebih banyak pertumpahan darah," imbuhnya.
"Dan apakah Netanyahu melihat adanya reaksi serius atas perilakunya yang manja? Tidak. Baik Eropa maupun Amerika tidak menunjukkan reaksi yang akan memaksa Israel melakukan gencatan senjata," kritik Erdogan.
Kepala Intelijen Turki, Ibrahim Kain bertemu dengan para pemimpin Hamas di Doha, Qatar, kemarin, menurut sumber keamanan negara tersebut. Pertemuan itu untuk membahas perundingan gencantan senjata, termasuk akses bantuan kemanusiaan masuk ke Jalur Gaza.
Tindakan militer Israel di Jalur Gaza semakin mendapat sorotan dalam beberapa pekan terakhir, seiring dengan semakin bertambahnya jumlah korban sipil dan kehancuran di daerah kantong Palestina tersebut.
Laporan terbaru otoritas kesehatan Gaza menyebut sedikitnya 35.034 orang tewas akibat rentetan serangan Israel di daerah kantong Palestina tersebut sejak Oktober tahun lalu. Sekitar 78.755 orang lainnya mengalami luka-luka.
Situasinya semakin memicu kekhawatiran saat Israel mulai melaksanakan rencana serangan besar-besaran terhadap Rafah, yang menjadi tempat perlindungan bagi sekitar 1,4 juta warga Palestina yang sebagian besar mengungsi akibat perang.
Turki menyambut baik hasil voting Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyatakan dukungan mayoritas untuk upaya Palestina menjadi anggota penuh PBB.
Erdogan dalam pernyataannya menyerukan negara-negara yang belum mengakui negara Palestina untuk melakukan hal tersebut setelah voting PBB digelar, namun mengecam negara-negara yang menentang pengakuan semacam itu, termasuk AS.
"Kita telah melihat negara-negara yang menceramahi kita soal hak asasi manusia dan kebebasan di setiap kesempatan secara terbuka, justru mendukung pihak-pihak yang membantai 35.000 warga Gaza," kritik Erdogan yang ditujukan untuk AS.
"Kita melihat pihak-pihak yang hingga kemarin mengatakan hak untuk melakukan unjuk rasa adalah sakral, justru tidak bisa mentoleransi demonstran yang mendukung Palestina," sindirnya lagi, merujuk pada maraknya aksi demo pro-Palestina di wilayah AS yang dibubarkan polisi.
- Penulis :
- Khalied Malvino