
Pantau - Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Selasa (31/12/2024) mengakui keputusannya untuk mengadakan Pemilu dini pada Juni 2024 telah menciptakan lebih banyak ketidakstabilan politik di negara itu, dalam momen langka di mana ia menunjukkan penyesalan.
Pidato ini menutup tahun 2024 yang penuh gejolak bagi Macron, yang mengejutkan Prancis di pertengahan tahun dengan menggelar Pemilu dini. Langkah ini berbalik merugikan ketika pemilih memberikan DPR Prancis tanpa mayoritas yang jelas, dengan peningkatan besar anggota parlemen sayap kanan, sehingga melemahkan kekuasaannya.
“Kejujuran dan kerendahan hati memaksa (saya) mengakui bahwa pada tahap ini, keputusan ini lebih banyak menciptakan ketidakstabilan daripada perdamaian, dan saya sepenuhnya bertanggung jawab atas hal itu,” ungkap Macron dalam pidato yang disiarkan televisi menjelang perayaan Tahun Baru 2025.
“Pembubaran tersebut memicu lebih banyak perpecahan di Majelis Nasional daripada solusi bagi rakyat Prancis,” tambahnya, dalam pernyataan maaf paling jelas sejak Pemilu itu.
Macron sebelumnya membenarkan keputusannya menggelar Pemilu dini setelah hasil buruk dalam Pemilu Eropa dengan alasan untuk “mengklarifikasi” situasi politik.
Baca juga:
- Macron Ogah Angkat Perdana Menteri Baru dan Ubah Pemerintahan hingga Agustus 2024
- Macron Tunjuk Francois Bayrou sebagai PM Baru Prancis
Namun, ia kehilangan mayoritas kerja efektif dan membutuhkan waktu dua bulan untuk membentuk pemerintahan minoritas, yang akhirnya runtuh pada Desember 2024. Ini adalah pertama kalinya hal itu terjadi di Prancis sejak 1962.
Akibatnya, Prancis gagal menyetujui anggaran untuk 2025 sebelum tenggat akhir tahun, dan Macron harus menunjuk perdana menteri keempatnya tahun ini, veteran sentris François Bayrou.
Macron juga membuka peluang menggunakan referendum tahun ini, meski tidak menyebut kata tersebut, dengan mengatakan ia akan meminta rakyat Prancis untuk memutuskan isu-isu “krusial” tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Konstitusi Prancis memberikan kewenangan kepada presiden untuk menginisiasi referendum.
Macron sebelumnya telah menggunakan “konvensi warga”, kumpulan warga yang dipilih secara acak tanpa kekuatan mengikat, untuk meredam protes seperti pemberontakan rompi kuning terkait isu-isu tertentu.
Sumber: Reuters
- Penulis :
- Khalied Malvino