
Pantau - Ketua Komite DPR AS pada Rabu (19/3) mengirim surat kepada enam universitas ternama, termasuk Stanford dan Carnegie Mellon, untuk meminta informasi terkait kebijakan mereka terhadap mahasiswa asal Tiongkok. Langkah ini menjadi bagian dari upaya legislatif terbaru dalam membatasi aliran mahasiswa Tiongkok ke Amerika Serikat dengan alasan keamanan nasional.
Dalam surat tersebut, para rektor diminta menyerahkan data lengkap populasi mahasiswa Tiongkok sebelum 1 April 2025. Informasi yang diminta mencakup riwayat pendidikan sebelumnya, sumber pembiayaan, serta jenis penelitian dan program akademik yang diikuti para mahasiswa.
Kekhawatiran terhadap Keamanan Nasional
John Moolenaar, anggota DPR dari Partai Republik sekaligus Ketua Komite Seleksi DPR untuk Partai Komunis Tiongkok, menegaskan bahwa Beijing memiliki jaringan sistematis untuk menempatkan peneliti di institusi-institusi terkemuka di AS. Ia menyebut hal ini memberikan akses langsung terhadap teknologi sensitif yang berpotensi digunakan untuk kepentingan militer.
“Sistem visa mahasiswa AS telah menjadi kuda Troya bagi Beijing,” ujar Moolenaar. “Jika tidak ditangani, tren ini akan menggeser talenta lokal, merusak integritas riset, dan mendukung ambisi teknologi Tiongkok dengan mengorbankan kepentingan Amerika.”
Baca juga: Inflasi Konsumen Tiongkok Meningkat, Tekanan Deflasi Tetap Bertahan
Surat tersebut juga menyoroti kebijakan universitas dalam menerima mahasiswa Tiongkok di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM), termasuk quantum computing, serta hubungan akademisi dengan institusi di Tiongkok.
Universitas yang Disorot
Enam universitas yang menerima surat tersebut adalah Stanford University, Carnegie Mellon University, Purdue University, University of Illinois, University of Maryland, dan University of Southern California. Institusi-institusi ini dikenal memiliki program riset yang aktif dan menampung banyak mahasiswa Tiongkok.
Sebagai contoh, pada musim gugur 2022, University of Illinois Urbana-Champaign mencatat Tiongkok sebagai negara asal utama bagi mahasiswa internasional dan akademisi di kampus mereka.
Peningkatan Pengawasan terhadap Mahasiswa Tiongkok
Pemerintah AS semakin intensif menyoroti keberadaan mahasiswa Tiongkok, mengingat kekhawatiran lama bahwa mereka dapat membantu Beijing menghindari kontrol ekspor dan regulasi keamanan nasional lainnya. Tekanan ini berdampak pada berbagai kerja sama akademik yang bertujuan membangun hubungan pendidikan antara AS dan Tiongkok.
Pekan lalu, Partai Republik di DPR dan Senat mengajukan rancangan undang-undang yang bertujuan melarang seluruh warga negara Tiongkok mendapatkan visa pelajar. Kebijakan ini menuai kritik tajam dari anggota Partai Demokrat dan kelompok advokasi Asia-Amerika.
Baca juga: 5 Pepatah Tiongkok yang Menginspirasi Hidup Menjadi Lebih Baik
Sebelumnya, surat serupa dari Komite Moolenaar telah mendorong beberapa universitas AS untuk mengakhiri kemitraan dengan institusi pendidikan di Tiongkok. Di antaranya, University of California, Berkeley, University of Michigan, dan Georgia Tech. Langkah serupa juga diikuti oleh Oakland University di Michigan dan Alfred University di New York.
Fokus pada Mahasiswa Pascasarjana dan Penelitian STEM
Pengawasan ketat terhadap mahasiswa Tiongkok terutama menyasar program pascasarjana dan penelitian di bidang STEM. Saat ini, warga negara Tiongkok menjadi kelompok mahasiswa internasional terbesar kedua di AS, setelah India.
Menurut data dari Institute of International Education di New York, terdapat 277.398 mahasiswa Tiongkok yang belajar di AS selama tahun akademik 2023-2024. Sebanyak 50,4 persen dari mereka menempuh studi di bidang STEM.
Sebuah laporan dari Georgetown University’s Centre for Security and Emerging Technology pada 2022 menunjukkan bahwa mahasiswa asal Tiongkok dan India menyumbang hampir separuh dari jumlah mahasiswa asing yang tetap tinggal di AS setelah menyelesaikan studi STEM mereka.
Pada Februari 2017, sekitar 90 persen warga negara Tiongkok yang meraih gelar PhD di bidang STEM antara tahun 2000 dan 2015 masih menetap di AS, dibandingkan dengan 66 persen lulusan dari negara lain.
Pada 2020, pemerintahan Presiden Donald Trump mengeluarkan kebijakan yang membatalkan lebih dari 1.000 visa bagi mahasiswa dan peneliti Tiongkok yang dianggap berisiko tinggi.
Baca juga: Shenyang, Destinasi Weekend dengan Harga Terjangkau dan Penuh Pesona di Tiongkok
Implikasi Kebijakan bagi Pendidikan dan Riset
Langkah DPR AS dalam mengawasi mahasiswa Tiongkok berpotensi mempengaruhi hubungan akademik antara kedua negara. Dengan meningkatnya pengawasan dan potensi pembatasan visa, universitas-universitas AS mungkin harus menyesuaikan kebijakan penerimaan mahasiswa internasional.
Di sisi lain, kebijakan ini dapat memperburuk ketegangan antara Washington dan Beijing, terutama dalam sektor teknologi dan riset ilmiah. Dengan kontribusi besar mahasiswa Tiongkok dalam bidang STEM, larangan yang lebih ketat dapat berdampak pada inovasi dan daya saing akademik di AS.
Seiring dengan meningkatnya tekanan politik terhadap mahasiswa dan akademisi Tiongkok, kebijakan ini akan terus menjadi perdebatan antara kepentingan keamanan nasional dan kebutuhan akademik di Amerika Serikat.
- Penulis :
- Latisha Asharani