
Pantau - Di Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi, China selatan, seorang mahasiswa bernama Xiao Yulan (20 tahun) menutup siaran langsung daringnya kepada pemirsa di kawasan ASEAN dengan kalimat sederhana, "Terima kasih telah menonton," sebelum beralih menangani logistik pengiriman mainan ke Asia Tenggara.
Xiao adalah mahasiswa tahun kedua di Institut Kejuruan Ekonomi dan Perdagangan Guangxi dan rutin membawakan enam sesi livestream per minggu selama liburan musim panas, masing-masing berdurasi dua hingga tiga jam.
"Saya fokus menjual mainan koleksi yang trendi, terutama kotak misteri (blind box) yang sangat populer di China. Mainan ini sangat populer di kalangan pelanggan ASEAN," katanya.
E-Commerce Jadi Ruang Kolaborasi Industri dan Pendidikan
Seiring meningkatnya perdagangan antara China dan ASEAN, e-commerce menjadi ruang baru untuk kolaborasi lintas sektor.
Li Zhihua, direktur pemasaran dari sebuah perusahaan teknologi jaringan di Nanning, menjelaskan bahwa perusahaannya bekerja sama dengan kampus tempat Xiao kuliah untuk mengembangkan saluran e-commerce khusus pasar ASEAN.
"Kami menyediakan basis pelatihan dan magang, sementara para mahasiswa menawarkan ide-ide desain kreatif. Hal ini membentuk ekosistem yang terintegrasi antara industri dan pendidikan," jelasnya.
Model kolaborasi ini telah menghasilkan penjualan lebih dari 6 juta yuan dalam enam bulan terakhir, dengan produk blind box yang dijual seharga 25 hingga 100 yuan mendapat respons tinggi dari pelanggan kawasan ASEAN.
Pendidikan Kejuruan dan Transfer Keterampilan Antarnegara
Dalam beberapa tahun terakhir, China dan ASEAN mempercepat kerja sama pendidikan kejuruan di sektor seperti e-commerce dan manufaktur sebagai upaya memperkuat integrasi ekonomi dan teknologi di kawasan Asia Tenggara.
Sutakim, mahasiswa asal Indonesia, kembali ke tanah air pada 2024 setelah lima tahun menempuh pendidikan e-commerce dan bisnis internasional di Guangxi.
Kini, ia bekerja sebagai penerjemah di perusahaan investasi China yang beroperasi di Indonesia.
Sementara itu, Bunyisa Pinata dari Thailand bekerja sebagai supervisor di perusahaan Shennan Circuits Co., Ltd. usai mengikuti program pelatihan dua jalur bersama Liuzhou Polytechnic University.
"Ada suasana kerja yang menyenangkan dan peluang yang kuat untuk promosi," ungkapnya.
Pelatihan tersebut mencakup magang tujuh bulan di China timur dan membekali peserta dengan kemampuan teknis serta kefasihan berbahasa Mandarin.
"Belajar di Guangxi": Sertifikasi dan Pelatihan untuk ASEAN
Liuzhou Polytechnic University juga menjalin kemitraan dengan lembaga pendidikan di Indonesia, Vietnam, dan Ghana untuk menawarkan program gelar berbasis pesanan, termasuk program diploma tiga tahun dan sarjana empat tahun.
Sejak 2004, Guangxi telah menjadi tuan rumah 27 pameran pendidikan internasional guna mempromosikan inisiatif "Belajar di Guangxi" di kalangan pelajar ASEAN.
Sebanyak 17 Sekolah Tinggi Pengrajin Modern China–ASEAN telah didirikan untuk fokus pada pelatihan keterampilan, pertukaran talenta, dan sertifikasi bersama.
Bulan lalu, 28 guru dari negara-negara ASEAN, termasuk Vietnam, Thailand, Myanmar, Malaysia, dan Brunei, menyelesaikan pelatihan "Skills for ASEAN 2025" di Guangxi.
Para peserta menerima sertifikasi nasional China Level 4 dalam bidang menjahit, e-commerce, dan pembuatan kue.
Faridah Mohd Taufik dari Brunei, salah satu peserta, menyampaikan antusiasmenya.
"Selama saya berada di China, saya menguasai resep dan teknik pembuatan kue-kue tradisional China. Kembali ke tanah air, saya akan membagikan pengetahuan ini untuk membantu lebih banyak talenta lokal mendapatkan pekerjaan," ujarnya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf