
Pantau - Y2K identik dengan warna-warna cerah dan tekstur mengkilap. Mengacu pada gaya dan tren yang populer di akhir tahun 1990-an dan awal tahun 2000-an, hingga berkembang menjadi fenomena budaya yang tersebar luas. Bukan lagi sekedar tren yang berlalu begitu saja, elemen khas dari pergantian milenium ini telah memikat generasi Z masa kini.
Kebangkitan gaya busana awal tahun 2000-an mendapatkan daya tarik yang signifikan selama masa karantina COVID-19 pada tahun 2020, karena Gen Z dengan antusias memanfaatkan estetika Y2K ini sebagai sarana pelarian dan nostalgia serta mengungkapkan resonansi yang lebih dalam pada kerinduan akan masa lalu.
Bertahun-tahun telah berlalu, namun pengaruh Y2K masih terlihat di mana-mana di industri hiburan Korea dan estetika tersebut telah menemukan jalannya ke dalam berbagai bentuk konten yang membangkitkan rasa familiar dan nostalgia hingga saat ini.
Contoh utamanya adalah generasi Z yang meniru ikon pop awal tahun 2000-an, dengan penyanyi Lee Hyo-ri sebagai sosok inspirasi.
Sebagai sosok yang berpengaruh di era tersebut, Lee baru-baru ini menarik perhatian dunia maya dengan gaya Y2K khasnya dari penampilan sebelumnya, memicu apa yang dijuluki sebagai "10 Minutes Challenge". Terinspirasi oleh lagu hit Lee tahun 2003, "10 Minutes," yang ditampilkan dalam album solo debutnya, "Stylish...," tantangan ini mengajak para peserta menciptakan kembali penampilan Y2K-nya, lengkap dengan kaus tanpa lengan, topi vintage, anting-anting besar, dan riasan glam lengkap.
Pengaruh estetika Y2K melampaui tantangan individu di media sosial hingga media arus utama, mulai dari video yang diproduksi sendiri oleh bintang K-pop hingga drama TV.
Para ahli menghubungkan daya tarik tren Y2K dengan keinginan generasi muda untuk “kesenangan dan individualitas.”
Kritikus budaya pop Ha Jae-geun, yang menulis untuk Badan Konten Kreatif Korea, mengatakan, "Y2K sulit untuk didefinisikan secara tepat, tetapi secara keseluruhan, ini dapat dicirikan sebagai suasana yang norak, cerah, dan menyenangkan,"
Dan kebangkitan retro ini dapat dijelaskan karena "beresonansi dengan generasi muda yang mencari kesenangan".
"Pilihan konten yang menjadi tren bergantung pada preferensi konsumen. Generasi Z mengejar individualitas tetapi juga sangat peka terhadap tren. Menikmati konten masa lalu apa adanya, namun memperkayanya dengan pengalaman generasi muda, itu sendiri merupakan upaya yang menyenangkan," tambah Ha, dikutip dari The Korea Times.
- Penulis :
- Latisha Asharani