
Pantau - Berdasarkan penelitian dari University of Alberta, disebutkan bahwa mereka yang menikah lebih lambat justru memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang menikah cepat. Selain lebih bahagia, orang yang menikah lambat juga lebih sedikit mengalami depresi.
Matt Johnson selaku peneliti mengatakan bahwa penelitian tersebut bertujuan untuk menentukan usia optimal untuk menikah. Di abad ke-21 ini, kaum muda menikah lebih lambat dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk menyelesaikan pendidikan dan mendapatkan pekerjaan penuh waktu.
Penelitian yang diterbitkan Journal of Family Psychology, penelitian yang berjudul “Better Late Than Early: Marital Timing and Subjective Well-Being in Midlife” dilakukan dengan asumsi bahwa waktu yang ideal untuk menikah adalah waktu yang kurang lebih sama dengan teman sebayanya.
"Orang yang melakukan sesuatu tepat waktu mendapatkan persetujuan sosial dari teman dan keluarga, jadi melakukan transisi ini ketika semua orang sudah melakukannya akan terlihat lebih normatif dan lebih mudah," katanya. “Mereka yang bertransisi lebih awal atau terlambat mungkin akan menerima sanksi sosial secara halus atau terang-terangan.” lanjutnya
“Kami tidak menemukan bahwa menikah terlambat berdampak negatif dalam hal kesejahteraan subjektif di masa depan. Faktanya, menikah terlambat lebih baik dibandingkan dengan menikah dini. Meskipun mereka yang menikah umumnya lebih bahagia dibandingkan mereka yang tidak, menikah sebelum waktunya dapat mempersulit kehidupan di kemudian hari, karena hal tersebut mempercepat atau mencegah transisi kehidupan lainnya," kata Johnson.
"Orang yang menikah dini cenderung tidak mendapatkan pendidikan yang cukup, memiliki anak lebih awal dari yang seharusnya, dan akibatnya terkunci dalam karier yang tidak mereka cita-citakan. Di usia paruh baya, mereka sedikit lebih tertekan-atau memiliki rasa harga diri yang lebih rendah-bukan karena mereka melanggar norma masyarakat, tetapi karena mereka memulai kehidupan berkeluarga lebih awal." katanya.
“Sementara itu, mereka yang menikah lebih lambat mampu memperoleh lebih banyak pendidikan dan pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi-keduanya merupakan indikator kesejahteraan subjektif jangka panjang yang lebih besar,” lanjut Johnson.
“Analisis kami menunjukkan bahwa mereka yang memperoleh gelar sarjana atau lebih tinggi juga lebih mungkin untuk menikah terlambat. Anda akan lebih mampu menavigasi kehidupan dan hubungan Anda dengan cara yang lebih mungkin mengarah pada hasil yang baik," jelas Johnson.
Meskipun begitu, ia menambahkan bahwa menunggu terlalu lama untuk menikah juga tidak bebas dari risiko. Menurutnya, perlu adanya tindakan yang menyeimbangkan antara tidak terlalu cepat mengambil keputusan, tetapi pada saat yang sama juga tidak menunggu terlalu lama.
- Penulis :
- Latisha Asharani