Pantau Flash
HOME  ⁄  Lifestyle

Hukum Cek Khodam dalam Islam

Oleh Ayuningtyas
SHARE   :

Hukum Cek Khodam dalam Islam
Foto: Hukum Cek Khodam dalam Islam (wirestock/Freepik)

Konten hingga aplikasi cek khodam tengah menjadi tren di media sosial belakangan ini. Bahkan sejumlah akun menawarkan jasa cek khodam melalui live di media sosial.

Cukup dengan menuliskan nama pada kolom komentar, pembawa acara atau pemilik akun akan memberi tahu atau ramal, nama tersebut memiliki khodam atau tidak.

Bagaimana hukum cek khodam dalam Islam?

Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sungai Serut, Syahmul Basil, dalam laman Kemenag, menyebutkan, sebelum mengikuti tren ini, masyarakat harus tahu arti khodam.

Apa Itu Khodam?

Syahmul menjelaskan, khodam adalah sosok pembantu yang bisa ndeteksi kekuatan irasional yang berasal darimakhluk gaib.

"Jadi begini, Khodam berasal dari Khodama - Yakhdumu yang berarti pembantu. Dalam konteks tren hari ini, Khodam yang dimaksud adalah sosok pembantu yang bisa mendeteksi kekuatan irasional yang berasal dari makhluk ghaib, biasanya Khodam dari kalangan jin," ujar Syahmul.

Dalam artikel yang diunggah NU Online yang ditulis Ustadz Muhaimin Yasin, Khodam memiliki definisi yang beragam.

Salah satunya adalah pembantu atau pengawal yang ada pada diri manusia. Sebab kata khodam sendiri diambil dari bahasa Arab. Sedangkan dalam istilah Jawa, khodam disebut dengan perewangan, seperti yang tertulis dalam buku Master Khodam: Seni Berkomunikasi dengan Khodam Diri dan Orang Lain, tulisan Nur Prabawa Wijaya.

Khodam juga sering dikaitkan dengan sesuatu yang bersifat mistik, gaib, supranatural dan di luar nalar, seperti halnya khodam ditafsirkan dengan jin atau malaikat yang menjadi pengikut manusia.

Hukum Cek Khodam dalam Islam

Syahmul Basil menambahkan, hal terkait cek Khodam tertuang dalam surah Al-Jin ayat 6 yang artinya, "Dan ada beberapa orang laki-laki diantara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan."

"Ada juga penjelasan dari Syekh Mutawalli al-Sya'rawi yang mengatakan, orang yang minta bantuan kepada jin, maka akan balik membahayakan dirinya dan menimpa dirinya macam-macam siksaan," lanjut dia.

Namun di sisi lain, ada pendapat ulama yang memperbolehkan meminta bantuan jin dalam hal-hal yang mubah, selama tidak untuk mencelakakan orang lain dan tidak meyakini bahwa keberhasilan itu semata dari jin.

"Jika ada seseorang yang menyuruh jin dalam hal yang mubah, maka hal itu sebagaimana menyuruh manusia dalam hal yang mubah," jelas Syahmul.

Cek Khodam Sama dengan Meramal?

NU Oline Jateng mengungkap,dalam literatur Islam, ada dua istilah terkait peramal, yaitu kahin dan ‘arraf, seperti artikel yang ditulis oleh Ustadz Bushiri berjudul Viral Cek Khodam di Medsos, Begini Hukumnya dalam Islam.

Kahin adalah orang yang memberitahu kejadian-kejadian yang akan datang dan mengklaim dirinya tahu akan hal-hal gaib. Orang yang masuk dalam kategori ini adalah mereka yang mengklaim dirinya mendapatkan kabar dari jin atau malaikat.

Sementara ‘arraf didefinisikan sebagai orang yang mengetahui sesuatu yang sudah terjadi. Misalnya seperti mengetahui tempat hilangnya suatu benda melalui perhitungan dan sejenisnya (Al-Munawi, Faidhul Qadir, [Beirut, Darul Ma’rifah: 1972], juz VI, halaman 40).

Para ulama mengatakan ilmu ramalan, perbintangan dan sejenisnya merupakan sesuatu yang haram untuk dipelajari, diajarkan dan dipraktikkan. Pada konteks ini, live cek khodam dapat didefinisikan sebagai perbuatan yang dilarang dalam agama, bahkan tidak boleh ada timbal balik harta di dalamnya.

Berdasar penjelasan di atas, praktik cek khodam sama dengan praktik meramal dalam Islam. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Rasulullah saw secara tegas mengancam orang-orang yang percaya kepada peramal.

Artinya, “Barangsiapa yang mendatangi kahin atau arraf dan dia membenarkan ucapannya, maka dia berarti telah kufur pada Al-Quran yang telah diturunkan pada Muhammad.” (HR. Ahmad)

Lebih tegas lagi, Imam al-Munawi dalam Faidhul Qadir mengatakan apabila seseorang meyakini atau percaya bahwa peramal mampu mengetahui hal-hal gaib tanpa perantara apapun maka hukumnya haram dan orang tersebut dianggap kafir. Namun apabila ia meyakini pengetahuan sang peramal tentang hal gaib itu karena perantara jin dan bukan kemampuan sendiri maka hukumnya haram, tapi tidak sampai kafir.

Penulis :
Ayuningtyas