Pantau Flash
HOME  ⁄  Lifestyle

Senioritas Kembali Memakan Korban, Yuk Jelajahi Fenomena Ini Lebih Jauh!

Oleh Latisha Asharani
SHARE   :

Senioritas Kembali Memakan Korban, Yuk Jelajahi Fenomena Ini Lebih Jauh!
Foto: Ilustrasi (Freepik)

Pantau - Senioritas merupakan fenomena yang lazim dalam berbagai lingkungan sosial, profesional,  bahkan pendidikan. Senioritas terjadi ketika seseorang yang telah berada di sebuah lingkungan lebih lama, seperti lingkungan pekerjaan, sosial dan pendidikan. Orang yang lebih lama biasanya dianggap memiliki otoritas yang lebih tinggi karena status seniornya itu. 

Namun, dari sudut pandang psikologi, senioritas juga dapat memengaruhi dinamika hubungan antar pihak, baik secara positif maupun negatif. Salah satunya adalah fenomena kasus kekerasan yang dilakukan oleh senior kepada junior. Fenomena ini tidak jarang terjadi di lingkup sosial yang seharusnya menjadi wadah yang aman seperti pendidikan.

Di Indonesia sendiri, senioritas sudah menjadi hal yang tidak terelakkan lagi, banyak kasus kekerasan yang berujung kematian hanya karena senioritas. Salah satunya yang terjadi di Pondok Pesantren Az-Zayyadiy, Sukoharjo, Jawa Timur (Jatim) pada Senin (16/9/2024) pukul 11.00 WIB.

Baca juga: Senioritas SMA di Jaksel Jadi Pemicu Pengeroyokan Siswa

Santri bernama Abdul Karim Putra Wibowo (13)  diduga di-bully oleh seniornya, MG (15). Kekerasan ini dilakukan karena MG tak diberi rokok, padahal memang karena korban tidak punya. Kemudian, pelaku menendang dan memukul korban hingga tak sadarkan diri dan berujung kematian.

“Sebabnya ini remeh banget. Hanya minta rokok dan dengan senioritasnya dia sampai berbuat keras ke anak saya sampai mengakibatkan anak saya meninggal,” kata ayah korban, Tri Wibowo, Selasa (17/9/2024).

Dilihat dari kasus tersebut, fenomena senioritas tidak hanya terjadi pada usia dewasa, bahkan pada usia remaja pun senioritas bisa terjadi bahkan memakan korban jiwa. Jika dilihat dari kacamata psikologi, apa penyebab fenomena senioritas yang berujung kekerasan ini terjadi?

Faktor Penyebab Senioritas

Fenomena senioritas berupa kekerasan ini, memiliki beberapa faktor yang menyebabkan seseorang cenderung agresif ketika menyandang status senior, seperti yang dijelaskan oleh para ahli, yaitu:

1. Faktor Lingkungan Sosial

Menurut Albert Bandura dalam Social Learning Theory dijelaskan bahwa kekerasan terjadi karena proses belajar dari lingkungan sosialnya. Menurut Bandura, belajar terjadi karena peniruan. Kemampuan meniru respon atau perilaku orang lain adalah faktor utama seseorang belajar. Berkaitan dengan teori ini, Cooley dalam buku karya Kamanto menjelaskan tentang bagaimana seseorang belajar melalui interaksi dengan orang lain. Proses interaksi ini disebut looking-glass self, artinya adalah perilaku seseorang bisa terbentuk karena cerminan dari apa yang lihat atau alami.  

Baca juga: Hasil Visum Korban Bullying SMA Binus Simprug: Luka Memar Pipi

Dengan kata lain, kalau cermin memantulkan apa yang ada di depannya, dalam teori ini seseorang akan memantulkan perasaanya berdasarkan apa yang dia alami. Dalam hal ini terdapat lingkungan yang berperan penting dalam terbentuknya cerminan diri. Seperti lingkungan keluarga sebagai pilar utama seseorang, lingkungan sekolah sebagai tempat belajar dan lingkungan sosial atau pergaulan tempat berekspresi.

2. Faktor Kekuasaan

Berdasarkan pernyataan Max Webber pada Teori Otoritas dan Kekuasaan, orang yang memiliki posisi atau jabatan dan memiliki otoritas tertentu cenderung merasa bisa melakukan tindakan apapun. Mereka berpikir bahwa tidak ada yang bisa menghukumnya karena memiliki kekuasaan. Maka dari itu, kekerasan yang kerap terjadi dilakukan oleh senior karena merasa memiliki kekuasaan dan otoritas tertentu terhadap juniornya.  

3. Faktor Kelompok 

Senioritas yang terjadi tak jarang karena senior merasa menjadi bagian dari kelompok yang kuat dan berkuasa. Hal itu lah yang memicu senior untuk melakukan kekerasa karena berpikir itu termasuk dari peran mereka dalam kelompoknya

4. Faktor Empati

Menurut Psikolog sosial asal Amerika, Roy Baumeister berpendapat bahwa seseorang yang memiliki kontrol atas orang lain, seperti dalam hubungan senior-junior, cenderung mengalami penurunan dalam aturan diri sendiri dan empati terhadap yang lebih muda atau junior. Dalam kaitannya dengan banyaknya kasus kekerasan senior terhadap junior, senior tidak memiliki empati atau bahkan melihat junior sebagai ancaman atau pesaing, yang dapat mengarah pada tindakan agresif. 

Baca juga: Mahasiswi PPDS Undip Tewas Diduga Di-bully Setor Rp225 Juta Selama Kuliah

Kesimpulan

Senioritas di berbagai bidang atau lingkungan kerja memang sulit dihindari, karena perbedaan pengalaman dan posisi sering kali menciptakan hierarki. Namun, penting bagi para senior untuk memahami bahwa pendekatan yang bijaksana dan positif dalam menjalankan peran mereka dapat membawa dampak yang jauh lebih konstruktif. Alih-alih menekankan kekuasaan atau dominasi, senioritas bisa diterapkan dengan cara yang lebih baik, misalnya dengan berbagi ilmu pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman kepada para junior.

Dengan membimbing dan mendukung mereka, para senior dapat membantu junior tumbuh dan berkembang, baik secara profesional maupun pribadi. Selain itu, menciptakan lingkungan di mana semua anggota tim saling memotivasi dan menghargai dapat meningkatkan kerjasama dan keharmonisan. Pendekatan ini tidak hanya mendorong pencapaian bersama, tetapi juga mengurangi potensi konflik dan kekerasan, sehingga menciptakan lingkungan sosial yang lebih rukun, sehat, dan produktif.

Laporan: Mai Hendar Santoso

Penulis :
Latisha Asharani