billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Sastra sebagai Simulator Jiwa dan Pikiran: Refleksi Realitas dan Teknologi Emosional

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Sastra sebagai Simulator Jiwa dan Pikiran: Refleksi Realitas dan Teknologi Emosional
Foto: (Sumber: Sastrawan Seno Gumira Ajidarma memberikan pemaparan terkait penulisan sastra saat acara peringatan bulan bahasa dan sastra di Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (20/10/2025). Balai Bahasa Sulawesi Tenggara menggelar berbagai kegiatan literasi dan edukasi guna menyemarakkan bulan bahasa dan sastra sebagai wadah apresiasi serta menegaskan peran bahasa dan sastra sebagai simbol persatuan. ANTARA FOTO/Andry Denisah/bar.)

Pantau - Sastra tidak hanya menjadi media hiburan atau sekadar menyampaikan pesan, tetapi berperan sebagai simulator jiwa dan pikiran yang mampu menyentuh lapisan terdalam kesadaran manusia serta membangun ketahanan emosional.

Sastra sebagai Cerminan Realitas dan Kritik Sosial

Karya sastra kerap menghadirkan kenyataan hidup yang paradoks, ironi, dan satire sebagai bentuk refleksi atas realitas yang pahit, kejam, dan timpang.

Dalam perspektif teori New Criticism, unsur paradoks dan ironi justru dianggap sebagai realitas puncak dalam karya sastra, memperlihatkan kedalaman dan kompleksitas kehidupan.

Contohnya terlihat dalam novel Lampuki karya Arafat Nur, yang terinspirasi dari hegemoni militeristik Orde Baru di Aceh.

Sastra media, baik cetak maupun elektronik, kini juga berfungsi layaknya berita yang menyuguhkan refleksi estetik atas realitas secara cepat dan aktual.

Novel-novel sosial-politik sering kali bersumber dari ironi dan paradoks kehidupan nyata, memperlihatkan dinamika masyarakat secara kritis.

Sastra dan Peranannya dalam Peradaban Manusia

M. Zaid Wahyudi dalam artikelnya "Sastra, Otak, dan Masyarakat Modern" (4 Juli 2024) menekankan pentingnya peran sastra dalam kehidupan manusia.

"Meski awam menganggap sastra sebagai studi pinggiran, profesor sastra dan neurosains dari Universitas Negeri Ohio (OSU) Amerika Serikat Angus Fletcher, justru berpandangan berbeda. Dari berbagai risetnya, nyata, jika sastra justru berperan besar dalam membersamai manusia dalam membangun peradabannya," ungkapnya.

Ia menambahkan, "Sastra tidak diciptakan hanya sebagai hiburan atau hanya menyampaikan pesan kepada pembaca semata, tetapi merupakan salah satu bentuk teknologi."

Sastra merupakan jejak sosial, potret realita, inspirasi, motivasi, dokumen sejarah, ekspresi budaya, sains, dan hasil pemikiran jiwa manusia.

Pendekatan terhadap sastra perlu dilakukan secara multidisipliner untuk menemukan makna yang lebih dalam.

Tanpa pendekatan tersebut, seperti dikatakan Rene Wellek, keindahan dan manfaat sastra tidak akan terpetik.

Berbagai karya sastra Indonesia telah mencerminkan kompleksitas ini, seperti Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang menginspirasi semangat pendidikan, serta Jazz, Parfum, dan Insiden karya Seno Gumira Adjidarma yang menggambarkan realitas perang di Timor Timur.

Karya Umar Kayam, seperti Para Priyayi dan Jalan Menikung, menampilkan kekuatan sejarah dan budaya dalam narasi sastra.

Sementara itu, novel-novel Okky Madasari seperti Kerumunan Terakhir dan Pasung Jiwa mengeksplorasi dominasi media sosial dan tekanan sosial yang menekan identitas manusia.

Karya lain seperti Negeri 5 Menara, Supernova, Destination: Jakarta 2040, hingga Lebih Senyap dari Bisikan, menggambarkan betapa luas dan dalamnya tema yang dapat dijangkau oleh sastra.

Dalam Saman dan Larung karya Ayu Utami, pembaca disuguhkan gugatan sosial dan politik melalui gaya estetis yang kuat.

Sastra sebagai Teknologi Psikologis

Sastra bukan sekadar bercerita, melainkan berdialog secara imajinatif dan emosional dengan pembaca.

Karya sastra mampu membantu pembaca menghadapi kecemasan, depresi, membangkitkan kreativitas, serta membangun keberanian.

Sebagai simulator jiwa dan pikiran, sastra memungkinkan manusia menghadapi tantangan psikologis dengan menjadi pribadi yang utuh dan sadar.

Tradisi bercerita yang diwariskan sejak zaman nenek moyang, seperti dongeng sebelum tidur, berfungsi menyampaikan nilai kehidupan, moral, dan pendidikan emosional.

Cerita rakyat yang memuat tema kecerdikan, mitologi, persahabatan, hingga keberanian menunjukkan bahwa sastra telah lama digunakan sebagai alat pengasahan jiwa dan kecerdasan emosional manusia.

Penulis :
Aditya Yohan