Pantau Flash
HOME  ⁄  Lifestyle

Mengatasi Stres dan Kemarahan dengan Belajar Berpikir Seperti Socrates

Oleh Latisha Asharani
SHARE   :

Mengatasi Stres dan Kemarahan dengan Belajar Berpikir Seperti Socrates
Foto: Socrates, salah satu filosof terbesar dalam sejarah.(historyskills.com)

Pantau - Filsafat dan metode Socrates dapat membantu mengatasi kecemasan, gangguan fokus, serta kemarahan dalam kehidupan modern. Teknik latihannya memiliki banyak kesamaan dengan terapi kognitif-perilaku masa kini. 

Donald Robertson adalah seorang psikoterapis kognitif-perilaku yang telah meneliti filsafat Stoisisme selama lebih dari dua dekade, dalam bukunya yang berjudul How to Think Like Socrates: Ancient Philosophy as a Way of Life in the Modern World, Robertson mengungkap lima wawasan utama tentang cara berpikir ala Socrates.

1. Menerapkan Metode Socrates

Socrates dikenal sebagai filsuf besar yang tidak meninggalkan tulisan. Namun, muridnya, Plato, mencatat bahwa Socrates pernah menulis puisi saat dipenjara. Epictetus, filsuf Stoik, bahkan menyebut Socrates sering membuat catatan untuk pengembangan dirinya sendiri. Salah satu metode Socrates dalam mengajarkan filsafat adalah dengan membandingkan konsep dalam dua kolom: Keadilan dan Ketidakadilan.

Baca juga: 3 Ajaran Socrates yang Menginspirasi Stoisisme

Metode ini mengajarkan cara berpikir lebih fleksibel dengan mempertimbangkan pengecualian terhadap suatu aturan. Misalnya, seorang jenderal yang mengambil senjata musuh mungkin dianggap mencuri, tetapi dalam konteks perang, itu bisa dibenarkan. Teknik ini membantu memahami bahwa tidak ada prinsip yang berlaku mutlak di semua situasi, sehingga seseorang harus mampu menyesuaikan pemikiran dengan kondisi yang berbeda.

2. Membangun Perspektif Alternatif

Epictetus pernah berkata, "Orang tidak terganggu oleh peristiwa, tetapi oleh pemikirannya tentang peristiwa itu." Pemikiran ini menjadi dasar terapi kognitif modern yang menunjukkan bahwa cara kita menafsirkan sesuatu menentukan bagaimana perasaan kita.

Socrates sering bertanya kepada muridnya apakah suatu peristiwa bisa dipandang dengan cara berbeda. Misalnya, sesuatu yang dianggap sebagai bencana oleh satu orang mungkin hanya dianggap sebagai tantangan sementara oleh orang lain. Dengan menyadari adanya berbagai perspektif, kita bisa mengendalikan reaksi emosional dan berpikir lebih rasional.

Baca juga: 5 Fakta Kematian Socrates, Akhir dari Seorang Filsuf Terbesar dalam Sejarah

3. Memisahkan Pikiran dari Realitas Eksternal

Terapi kognitif mengajarkan bahwa keyakinan kita berfungsi seperti lensa berwarna yang mempengaruhi cara melihat dunia. Ketika kita mampu menyadari bahwa pikiran hanyalah interpretasi, bukan realitas absolut, emosi negatif cenderung berkurang.

Teknik sederhana yang bisa diterapkan adalah menuliskan pikiran negatif dan membacanya dengan sudut pandang lebih objektif. Cara lain adalah dengan menyatakan, "Saya menyadari bahwa saya sedang berpikir..." lalu mengamati pikiran tersebut seolah-olah itu sesuatu di luar diri kita. Teknik ini terbukti efektif dalam mengatasi kecemasan dan depresi.

4. Illeisme: Berbicara dalam Sudut Pandang Orang Ketiga

Socrates sering berbicara dengan dirinya sendiri dalam sudut pandang orang ketiga. Teknik ini, yang dikenal sebagai illeism, kini digunakan dalam terapi modern untuk membantu individu mengelola emosi negatif.

Penelitian oleh psikolog Igor Grossmann menunjukkan bahwa menulis jurnal dalam sudut pandang orang ketiga dapat meningkatkan kebijaksanaan dan kemampuan berpikir objektif. Cara ini membantu seseorang melihat masalah dengan lebih rasional, seolah-olah mereka sedang memberi nasihat kepada orang lain.

Baca juga: Eksplorasi Seni di Socrates Sculpture Park, dari Tempat Pembuangan Sampah jadi Landmark Budaya

5. Mengelola Kemarahan dan Persepsi Ketidakadilan

Banyak orang yang mengalami depresi merasa menjadi korban ketidakadilan. Filosofi Yunani kuno memahami bahwa kemarahan sering kali muncul dari keinginan untuk melihat orang lain dihukum karena kesalahannya.

Socrates menegaskan bahwa ketidakadilan orang lain tidak bisa benar-benar merugikannya. Ia bahkan tidak marah kepada mereka yang mengadilinya secara tidak adil. Pemikiran ini menunjukkan bahwa kemarahan sering kali lebih merugikan diri sendiri dibandingkan perbuatan yang memicu kemarahan tersebut.

Untuk mengelola emosi, penting untuk bertanya: "Apakah kemarahan ini lebih merusak daripada masalah yang saya hadapi?" Dalam kasus ringan, mungkin lebih baik melepaskan kemarahan dan melanjutkan hidup. Sementara dalam situasi yang lebih serius, mengganti kemarahan dengan ketegasan dapat menjadi solusi yang lebih efektif.

Filsafat Socrates menawarkan cara berpikir yang lebih adaptif dan rasional dalam menghadapi tantangan hidup. Dengan memahami perspektif alternatif, memisahkan pikiran dari realitas, serta mengelola emosi, kita dapat mencapai ketenangan dan kejernihan berpikir. Socrates mengajarkan bahwa kebijaksanaan bukan tentang memiliki jawaban pasti, tetapi tentang terus mempertanyakan dan menyesuaikan pemahaman sesuai dengan konteks kehidupan yang terus berubah.

Penulis :
Latisha Asharani