
Pantau - Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa meskipun bahan dan teknik wastra Indonesia dan Jepang berbeda, keduanya mengedepankan prinsip keselarasan dengan alam.
Ia menyebut bahwa karya-karya seperti songket, shibori, ikat, maupun yuzen mencerminkan pencarian manusia akan keindahan yang menyatukan bumi, jiwa, dan generasi penerus.
"Karya-karya tersebut mencerminkan pencarian manusia untuk menciptakan keindahan yang menghubungkan bumi, jiwa, dan generasi penerus," ungkapnya saat dikonfirmasi Antara dari Jakarta pada Sabtu (25/10).
Kolaborasi Budaya Dua Negara
Pernyataan Menbud disampaikan dalam konteks pembukaan pameran bertajuk “Jalinan Waktu: Pewarnaan dan Tenunan Wastra Indonesia dan Jepang” yang menampilkan 26 koleksi wastra Jepang dari Museum Nasional Tokyo.
Koleksi tersebut sebagian besar berupa kimono dan saat ini dipamerkan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.
Fadli Zon menjelaskan bahwa pameran ini merupakan hasil kolaborasi antara Museum dan Cagar Budaya dari Indonesia dengan Museum Nasional Tokyo dari Jepang.
Menurutnya, kedua institusi tersebut memikul tanggung jawab besar dalam melestarikan serta merayakan warisan budaya yang telah mengakar kuat di masyarakat masing-masing.
"Kedua negara kita menjalin hubungan diplomatik pada tahun 1958, dan selama hampir tujuh dekade kita telah membangun kemitraan yang saling menguntungkan, yang terus tumbuh semakin kuat di berbagai bidang. Di jantung hubungan ini terletak budaya yang hadir lebih awal daripada bentuk kerja sama lainnya, dan terus menjadi fondasi kepercayaan, saling menghormati, dan persahabatan antara masyarakat kita," ia mengungkapkan.
Fadli Zon menambahkan bahwa kolaborasi budaya ini menjadi implementasi nyata dari Konstitusi Indonesia dan Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Batik Diapresiasi di Jepang, Budaya Jadi Dialog Hidup
Upaya diplomatik dalam bentuk pameran ini juga bertujuan memperkuat diplomasi budaya serta mendorong tumbuhnya ekonomi budaya yang inklusif dan berkelanjutan, khususnya bagi komunitas tekstil.
"Ketika kita menatap ke depan menuju 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Jepang pada tahun 2028, kolaborasi ini memberikan arah bahwa budaya adalah dialog yang hidup, yang harus terus dipelihara melalui pengelolaan bersama," tutur Fadli Zon.
Sementara itu, Chargée d'affaires Kedutaan Besar Jepang, Myochin Mitsuru, menyampaikan bahwa batik Indonesia mendapat apresiasi luas di Jepang berkat signifikansi budaya yang dimilikinya.
Ia juga menyoroti bahwa batik telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO, yang menambah nilai penting pada karya tekstil Indonesia tersebut.
Pameran ini juga memperbandingkan beragam tekstil Indonesia seperti batik dan ikat dengan teknik pewarnaan serta tenun tradisional Jepang.
Tujuannya adalah menonjolkan sejarah panjang dan tradisi yang terus hidup dari kedua bangsa, yang tetap berkembang hingga masa kini.
Pameran “Jalinan Waktu: Pewarnaan dan Tenunan Wastra Indonesia dan Jepang” dibuka untuk umum mulai 25 Oktober hingga 7 Desember 2025.
Selama masa pameran, publik juga dapat mengikuti berbagai lokakarya budaya Jepang yang digelar setiap akhir pekan.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf










