
Pantau.com - “Heran, kemana larinya sandal jepit mushola? Kok menghilang? Setahu saya ketika mushola ini diresmikan, pengurus menyiapkan sekitar 10 pasang sandal jepit untuk digunakan jamaah berwudhu,” ujar seorang jamaah di mushola kantor.
“Ha ha ha mana ada sandal jepit bisa hilang atau jalan sendiri kalau tidak dipakai. Sandal jepit bisa menghilang karena dibawa jamaah, baik sengaja maupun tidak disengajat,” sahut jamaah lainnya.
Baca juga: BPIP: Mahasiswa Indonesia di Luar Negeri Jangan Mudah Dipecah Belah
“Padahal sandal jepit yang disediakan bertuliskan sandal masjid atau mushola lho. Apa gak malu memakainya di luar kawsan masjid/mushola,” timpal jamaah yang lain tidak mau kalah.
Perbincangan mengenai sandal jepit mushola di kantor memang sempat muncul beberapa waktu terakhir di kalangan jamaah mushola kantor.
Meski tidak sehangat perbincangan tentang kasus-kasus korupsi yang disidik KPK, perbicangan tentang sandal jepit mushola muncul seiring raibnya sandal jepit yang disediakan pengurus mushola. Beberapa malah mencoba mengaitkan dengan kasus korupsi.
“Membawa sendal jepit milik mushola bukankah tidak Pancasilais atau sama saja korupsi kecil-kecilan?” celetuk seorang jamaah.
“Kenapa bisa begitu? Apa hubungannya dengan Pancasila?” tanya yang lain.
“Begini, sandal jepit itu ternyata erat dengan nilai dari sila ke-1 Ketuhanan Yang Maha Esa. Disadari atau tidak, sandal jepit berperan penting dalam membawa seorang Muslim ke tempat ibadah,” ujar jamaah yang tadi mencoba mengaitkan sandal jepit dengan Pancasila.
“Coba perhatikan deretan sandal yang ada di masjid/mushola, pasti didominasi oleh sandal jepit apalagi ketika sholat Jumat. Ada yang warna biru seperti seragam Chelsea, merah seperti warna partai pemenang pemilu. Perhatikan juga, meski sandal jepit berbeda kanan dan kiri, keduanya akur berdampingan,” jelasnya lebih lanjut.
“Kalau hubungan sandal jepit dengan sila lainnya bagaimana?,” tanya yang lain.
“Bro, dari sandal jepit kita bisa belajar tentang memanusiakan manusia sesuai sila ke-2, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Coba perhatikan, sandal ini paling peduli dengan masyarakat miskin di Indonesia,” jawab jamaah yang ditanya.
“Sandal jepit adalah sandal yang paling bisa dibeli oleh masyarakat miskin Indonesia. Kalau pakai data BPS dimana angka garis kemiskinan per Maret 2021 adalah mereka yang berpendapatan Rp 472.525 per kapita per bulan atau Rp. 15.750 per hari, maka bisa dapat sepasang sandal jepit seharga Rp. 10.000,-, Masih ada sisa Rp. 5000an“.
“Yang juga tidak kalah penting, sandal ini sudah didesain untuk mudah diperbaiki saat rusak. Yang paling sering rusak dari sandal jepit adalah bagian pentolan di bagian bawah sandal. Solusinya gampang, tinggal dipasang paku yang melintang atau bundelan tali karet.”
“Lalu bagaimana hubungannya dengan sila Persatuan Indonesia?”
“Pernah dengar sebutan sandal jepit sebagai sandal sejuta umat? Nah sebutan tersebut tidak terlepas dari kenyataan bahwa sandal jepit di pakai masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.”
“Sandal jepit jadi sandal persatuan. Kalau kita pergi ke pelosok desa, ada orang-orang tua yang susah untuk berbahasa Indonesia. Tapi mereka nyaman dengan memakai sandal jepit. Bahkan hotel pun sudah banyak yang menyediakan sandal jepit di kamar."
“Boleh juga penjelasannya. Terus apa hubungan sandal jepit dengan sila kerakyatan?”
“Bro di atas kan udah disinggung kalau sandal jepit adalah sandal sejuta umat alias sandal yang merakyat, dipakai banyak orang. Jadi mestinya jelas hubungannya dengan sila kerakyatan.”
“Tapi kalau mau lebih panjang penjelasannya, baiklah saya coba jelaskan,” ujar jamaah yang dari tadi bahas sandal jepit dan Pancasila.
“Saya yakin kehadiran sandal jepit tidak terlepas dari musyawarah mufakat. Orang-orang dibalik sandal jepit ini benar-benar mempertimbangkan kepentingan bersama rakyat Indonesia.”
“Mereka mendesain sandal secara sederhana dengan bagian telapak yang tidak bermotif. Bagian telapak sandal yang polosan menjadi wahana kreativitas orang-orang Indonesia. Bagian yang polos tersebut ada yang bikin ukiran batik, ukiran nama, ukiran kartun, sampai gambar pemandangan.”
“Bahkan karena sandal jepit merupakan komoditi yang mudah tertukar atau terambil orang lain, sandal jepit bisa dituliskan nama pemiliknya atau tulisan sandal mushola atau sandal masjid. Demokratis kan”
“Nah yang terakhir sila ke-5, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Sandal jepit bisa dibilang benar-benar melambangkan keadilan. Sandal ini melayani semua kelas sosial dengan adil. Mulai dari kelas rendahan, menengah hingga atas, sandal jepit ya begitu-begitu saja. Sederhana, namun nyaman bagi semuanya.”
“Sandal jepit itu tidak mengistimewakan kelas-kelas tertentu. Tak ada namanya yang kelas atas, terus sandal jepitnya dilapisi emas, intan, dan berlian. Bisa-bisa nanti lapisannya ambrol kegesek-gesek pas di jalan.”
Baca juga: Tingkatkan Kerja Sama, Tiga Direktur BPIP Sambangi Sekolah Tinggi Multimedia MMTC Yogyakarta
“Wokeh bro, narasinya keren deh, gak percuma belajar Pancasila,”
“Terus sekarang bagaimana nasibnya sandal mushola kita yang raib?,” tanya seorang jamaah yang daari tadi diam saja.
“Nah soal itu tanyakan sendiri deh ke mereka-mereka yang membawa sandal jepit mushola”
“Sekarang yang penting adalah kalau mengaku seorang Pancasilais sejati, maknailah Pancasila dari hal-hal sederhana di sekitar kita, ya seperti kita memaknai sandal jepit … (dan kalau merasa mengambil sandal jepit mushola, ya segera kembalikan)”
Penulis oleh: Aris Heru Utomo (Direktur Pengkajian Materi Pembinaan Ideologi Pancasila BPIP)
rn- Penulis :
- Gilang