
Pantau.com - Anti klimaks, predator seks berkedok simbol agama, Herry Wirawan, terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 13 santriwati, hanya divonis penjara seumur hidup, oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Selasa (15/2).
Tidak ada perbuatan meringankan terdakwa yang disebut hakim dalam sidang tersebut dan tidak aedikit perbuatan yang memberatkan, salah satunya tindakan lelaki biadab ini dinilai hakim telah merusak korban, khususnya tumbuh kembang dan fungsi otak.
Bukan hanya itu saja, bisa jadi dalam sistem kepercayaan yang dianut korban, bisa tak lagi mempertimbangkan yang benar dan salah mengingat Herry yang dijuluki ustadz abal-abal atau ustadz cabul ini, selalu menggunakan simbol-simbol agama untuk memperdaya korbannya.
Aksi bejat ustadz abal-abal dan cabul ini juga dinilai berpotensi mencemarkan nama lembaga pesantren dan memicu ketidakpercayaan para orang tua untuk mengirimkan buah hati mereka belajar serta di didik dalam lingkungan pesantren.
Majelis Hakim PN Bandung juga berpandangan bahwa perbuatan terdakwa bukan hamya membuat trauma keluarga korban namun juga luka mendalam bagi keluarga terdakwa sendiri, yang sakit hati saat mengetahui bejatnya Herry Wirawan namun tidak dapat berbuat apa-apa mengingat pria mesum ini adalah tulang punggung keluarga.
Namun sayangnya, tak ada satu pun tuntutan jaksa yang dikabulkan oleh hakim. Seperti diketahui, jaksa meminta hakim menjatuhkan hukuman mati kepada Herry serta hukuman pidana tambahan berupa pengumuman identitas dan kebiri kimia. Sekali lagi, tidak ada satupun tuntutan itu tak dikabulkan Hakim PN Bandung.
Bukan itu saja, Jaksa sebelumnya juga meminta hakim menjatuhkan denda Rp 500 juta subsider 1 tahun kurungan dan mewajibkan terdakwa membayar restitusi atau ganti rugi kepada korban sebesar Rp 331.527.186.
Selain itu, jaksa menuntut agar hakim membubarkan yayasan pesantren milik Herry, termasuk Madani Boarding School, menyita aset serta barang bukti untuk dilelang. Tuntutan ini pun juga tak dikabulkan hakim.
Berbeda dari harapan korban dan keluarga korban, jaksa penuntut umum, dan masyarakat yang menginginkan keadilan dalam kasus ini, Hakim tidak memvonis Herry dengan hukuman mati dan memilih menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup karena alasan keadilan.
"Majelis hakim perlu memberikan keadilan bagi para korban, maka didapatkan manfaat dan keadilan bagi korban, terdakwa, dan masyarakat," kata Ketua Majelis Hakim Yohanes Purnomo saat membacakan putusan pengadilan.
Yohanes menilai hukuman penjara seumur hidup sudah cukup untuk menjauhkan Herry dari para korban.
"Kontak dalam bentuk apa pun, di mana pun, kapan pun, akan memungkinkan timbulnya trauma. Oleh karena itu adalah baik antara terdakwa dan anak korban dan terdakwa tidak bertemu atau bertatap muka," lnjut Yohames.
"Menimbang bahwa hidup manusia adalah adalah suci, maka majelis hakim berpendapat akan baik memberikan pidana kepada terdakwa yang demikian. Namun, tidak memungkinkan lagi terdakwa bertemu dengan para anak korban," tambahnya.
Terkait hukuman kebiri, hakim menyebut hukuman itu tidak bisa dijatuhkan terhadap terpidana mati dan penjara seumur hidup.
Sedangkan untuk restitusi, dibebankan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) dan soal pembubaran yayasan, hakim menilai baik pendirian maupun pembubaran diatur dalam undang-undang tentang yayasan sehingga bersifat perdata dan tidak masuk ranah pidana dalam kasus predator Herry.
"Subyek hukum adalah perorangan bukan korporasi, sehingga dengan sendirinya pembubaran yayasan itu perlu dengan perdata dan bukan dengan pidananya," tutur Yohanes.
Mendengar vonis hakim, tim Jaksa Penuntut Umum meminta waktu berpikir selama tujuh hari untuk menentukan sikap, sementara kuasa hukum Herry, Ira Mambo mengatakan, putusan tersebut pada dasarnya tidak sesuai dengan keinginan kliennya dan Ira menyebut Herry memilih mengambil sikap untuk pikir-pikir selama tujuh hari.
Beragam reaksi publik akan vonis ringan Herry Mesum, memanaskan ruang opini masyrakat sejak kemarin hingga hari ini. Salah satunya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang semula berharap hukuman terhadap Herry sesuai dengan tuntutan jaksa yaitu hukuman mati.
Dari sisi pemerintah, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga berharap, vonis yang dijatuhkan dapat menimbulkan efek jera tak hanya kepada Herry, tetapi juga bisa mencegah kasus serupa terulang.
Sementara Wakil Rakyat di DPR RI seperti Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, mengaku sangat kecewa atas putusan hakim. Sahroni berpendapat, majelis hakim seharusnya memberi hukuman yang lebih berat agar memberi efek jera kepada pelaku pidana yang serupa.
Menurut Sahroni, putusan tersebut mencederai perasaan korban dan keluarganya karena tidak sesuai dengan rasa keadilan.
"Saya melihat putusan ini kurang fair, mengingat apa yang sudah pelaku lakukan terhadap para korban. At least ada hukuman kebiri dan angka denda pidana maupun restitusi yang lebih besar bagi para korban," kata Sahroni, dalam siaran pers yang diterima pantau.com, Rabu (16/2/2022).
Harapan serupa juga disampaikan keluarg korban sebelum sidang vonis, yang meminta Herry dijatuhi hukuman mati.
Keluarga menilai tidak ada alasan pembenaran dalam perbuatan Herry yang memerkosa 13 santriwati hingga melahirkan 9 anak dan beberapa korban lainnya di informasikan tengah mengandung janin bayi Herry Wirawan, sang predator seks.
"Ya kalau keluarga mah tetap hukuman mati, hukumannya maksimal," kata kuasa hukum korban, Yudi Kurnia, usai persidangan kepada wartawan, (16/2).
"Dilihat dari unsur-unsurnya sudah terpenuhi. Syarat hukuman mati itu kan korban lebih dari satu orang. Itu sesuai dengan aturan ya, dan itu sulit dibantahkan," singkat Yudi.
Kini, harapan akan celah keadilan ada ditangan Jaksa Penuntut Umum kasus Herry mesum yang dikomdoi dan diambil alih langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajari) Jawa Barat, Asep N Mulyana.
Langkah hukum banding, menjadi harapan banyak pihak untuk “menyunat habis” nafas Sang Predator Seks.
Peluang untuk menghukum berat Herry Wirawan, Predator Sex yang dikutuk hampir sebagian besar masyarakat Indonesia ini, masih menjadi harapan besar publik khususnya korban dan keluarganya.
Dari ulasan di atas, mayoritas publik berpendapat terdakwa layak di vonis mati atau setidaknya di kebiri, untuk memberi efek jera menakutkan kepada siapapun yang coba-coba berperilaku mesum seperti Herry Wirawan.
Perlu juga di catat, hingga saat ini publik menilai aksi biadab predator sex Herry Wirawan yang berulang kali kali memperkosa 13 santriwati yang diasuhnya dengan menjual simbol-simbol atau nilai-nilai agama bahkan ancaman, telah merusak tatanan moral, nilai-nilai agama, budaya, kepercayaan, tradisi dan kultur bangsa Indonesia. (HIL)
- Penulis :
- Tim Pantau.com