Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

KDRT di India, Suami Bunuh Istri Gegara Masakan Kebanyakan Garam

Oleh Desi Wahyuni
SHARE   :

KDRT di India, Suami Bunuh Istri Gegara Masakan Kebanyakan Garam

Pantau.com - Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap istri menjadi hal yang lumrah di India. Paham patriarki menjadi alasan kuat bahwa suami boleh bertindak jika istri berbuat salah.
April 2022, polisi di India menangkap seorang pria berusia 46 tahun yang diduga membunuh istrinya hanya karena masakan buatannya kelebihan garam.

"Nikesh Ghag, pegawai bank di Thane, di sebelah barat Kota Mumbai, mencekik istrinya yang berusia 40 tahun karena hidangan sabudana khichdi yang dimasak korban sangat asin," pejabat polisi Milind Desai mengatakan kepada BBC.

Putra pasangan itu yang berusia 12 tahun, histeris menyaksikan kejahatan tersebut, mengatakan kepada polisi bahwa ayahnya mengikuti ibunya, Nirmala, ke kamar tidur sambil mengeluh tentang garam dan mulai memukuli korban.

"Anak itu terus menangis dan memohon kepada ayahnya untuk berhenti, tetapi tersangka terus memukuli istrinya dan mencekiknya dengan tali." kata Desai.

Riset menunjukkan ibu-ibu rumah tangga di India bunuh diri setiap 25 menit.
KDRT meningkat selama pandemi Covid-19: Perempuan kian 'terperangkap' dan 'tak dapat mengakses perlindungan'.

Setelah Ghag keluar dari rumah, anak itu memanggil nenek dan pamannya dari pihak ibu.

"Saat kami tiba di tempat kejadian, keluarganya telah membawanya ke rumah sakit, tapi saat itu dia sudah meninggal," kata Desai.

Tersangka kemudian menyerahkan diri di kantor polisi, dan dia memberi tahu petugas bahwa dia menderita tekanan darah tinggi dan dikirim ke penjara.

Keluarga Nirmala mengatakan kepada polisi bahwa Ghag telah bertengkar dengannya karena masalah rumah tangga selama 15 hari terakhir. Desai sebelumnya belum menerima laporan apapun tentang hal ini baik dari korban atau keluarganya.

Aktivis gender Madhavi Kuckreja mengatakan pembunuhan atas seorang wanita oleh suaminya, yang dipicu oleh pertengkaran soal makanan, belakangan ini rutin menjadi berita utama di India.

Ada pula kasus-kasus lain:
Pada bulan Januari, seorang pria ditangkap di Noida, pinggiran Ibu Kota Delhi, setelah diduga membunuh istrinya karena korban menolak menyajikan makan malam untuknya.
Pada Juni 2021, seorang pria ditangkap di Uttar Pradesh setelah dia diduga membunuh istrinya karena tidak menyajikan salad pada makanannya.
Empat bulan kemudian, seorang pria di Bangalore diduga memukuli istrinya hingga tewas karena tidak memasak ayam goreng dengan benar.
Pada tahun 2017, BBC melaporkan kasus di mana seorang pria berusia 60 tahun menembak mati istrinya karena terlambat menyajikan makan malam.

Aktivis gender Madhavi Kuckreja mengatakan "kematian membawa perhatian" tetapi ini semua adalah kasus kekerasan berbasis gender yang sering "tidak terlihat".

Sebagian besar kasus kekerasan dalam rumah tangga dilaporkan di bawah istilah hukum "kekejaman oleh suami atau kerabatnya", dan secara konsisten menjadi jenis kejahatan atas perempuan yang paling banyak dilaporkan di India dari tahun ke tahun.

Sebagaimana dilaporkan dalam data kriminalitas terbaru pada 2020, polisi menerima pengaduan dari 112.292 wanita - yang terbagi menjadi sekitar satu laporan setiap lima menit.

Kekerasan seperti itu tidak hanya terjadi di India. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), satu dari tiga wanita secara global menghadapi kekerasan berbasis gender, sebagian besar dilakukan oleh pasangan korban. Kasus di India menyajikan angka yang serupa.

Para aktivis di India harus berjuang di tengah budaya diam yang melingkupinya dan - yang mengejutkan - persetujuan yang luar biasa atas kekerasan semacam itu.

Fakta itu muncul dari angka terbaru hasil Survei Kesehatan Keluarga Nasional (NFHS5), yaitu survei rumah tangga paling komprehensif atas masyarakat India oleh pemerintah.

'Sekarang kami diminta melepas hijab, lantas apa selanjutnya? Saya hanya membela hak saya," kata korban.

Perempuan Muslim India terdepan yang melawan larangan berjilbab di sekolah sengketa perjuangan enam siswi muslim di India untuk pakai hijab di sekolah makin memanas.

Lebih dari 40% wanita dan 38% pria mengatakan kepada pensurvei dari pemerintah bahwa boleh saja seorang pria memukuli istrinya jika dia tidak menghormati mertuanya, mengabaikan rumah atau anak-anaknya, pergi keluar tanpa memberitahunya, menolak berhubungan seks atau tidak memasak dengan benar. Di empat negara bagian, lebih dari 77% perempuan membenarkan pemukulan atas istri.

Di sebagian besar negara bagian, lebih banyak wanita daripada pria yang membenarkan pemukulan atas istri dan di setiap negara bagian - satu-satunya pengecualian adalah Karnataka - lebih banyak wanita daripada pria yang berpikir tidak apa-apa bagi seorang pria untuk memukuli istrinya jika dia tidak memasak dengan benar.

Jumlahnya telah turun dari survei sebelumnya lima tahun lalu - ketika 52% wanita dan 42% pria membenarkan pemukulan terhadap istri - tetapi sikapnya tidak berubah, kata Amita Pitre, yang memimpin program keadilan gender di Oxfam India.

"Kekerasan terhadap perempuan - dan pembenarannya - berakar pada patriarki. Ada penerimaan yang tinggi terhadap kekerasan berbasis gender karena di India, perempuan dianggap sebagai gender subordinat," katanya kepada BBC.

"Ada gagasan sosial yang permanen tentang bagaimana seorang perempuan harus berperilaku: dia harus selalu berada di bawah pria, selalu tunduk dalam pengambilan keputusan, harus melayani dia dan dia harus berpenghasilan lebih rendah dari pria, di antara banyak hal lainnya.

Dan penerimaan untuk situasi kebalikannya sangat rendah. Jadi, jika seorang wanita menantangnya, maka tidak apa-apa bagi suami untuk menunjukkan kepada dia 'posisi yang sepantasnya.'"

Alasan mengapa lebih banyak perempuan membenarkan pemukulan istri, katanya, adalah karena "patriarki memperkuat norma-norma gender dan perempuan menyerap gagasan yang sama, keyakinan mereka dibentuk oleh keluarga dan masyarakat".

Kuckreja mendirikan Vanangana, sebuah badan amal yang telah bekerja selama seperempat abad dengan para perempuan yang dianiaya di Bundelkhand di India utara - salah satu daerah termiskin di negara itu.

Dia mengatakan ada nasihat populer yang diberikan kepada mempelai perempuan saat baru menikah: "Kamu memasuki rumah tangga dengan tandu, maka kamu hanya boleh pergi dengan usungan keranda jenazah".

Jadi kebanyakan perempuan, bahkan yang sering dipukuli, menerima kekerasan sebagai takdir mereka dan tidak melaporkannya.

"Meskipun ada lebih banyak pelaporan dalam dekade terakhir, pemukulan istri masih sangat kurang dilaporkan di India. Kasus-kasus seperti itu sulit untuk dilaporkan dan dicatat. Kebanyakan orang masih akan mengatakan bahwa 'apa yang terjadi di rumah harus tetap di rumah'.

Jadi, perempuan tidak disarankan untuk melapor ke polisi," kata Kuckreja. Juga, mereka tidak punya tempat untuk pergi jika meninggalkan rumah tangga mereka, lanjutnya.

rn
Penulis :
Desi Wahyuni