Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Mengingat Sepak Terjang Buya Syafii Maarif

Oleh Muhammad Rodhi
SHARE   :

Mengingat Sepak Terjang Buya Syafii Maarif
Pantau.com- Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif meninggal dunia pada Jumat (27/5/2022) di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, Gamping, Sleman, Yogyakarta.

Pria yang akrab disapa Buya Syafii ini merupakan sosok ulama kelahiran 31 Mei 1935 dari pasangan Marifah Datuk Rajo Melayu dan Fathiyah. Pada tahun 1942, ia belajar agama Islam sejak tingkat Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah di sekitar tempat tinggalnya, Sumpur Kudus, Sijunjung, Sumatera Barat.

Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah di Yogyakarta hingga menempuh pendidikan di Amerika Serikat. Di negeri Paman Sam ini, ia mulai intensif melakukan pengkajian Alquran dan terlibat diskusi intensif dengan sejumlah cendekiawan muslim, Nurcholish Madjid dan Amien Rais.

Hingga pada akhirnya ia menjabat sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah menggantikan Amien Rais yang mendirikan partai politik pada 1998. Peran Buya sangat krusial karena harus menyelamatkan Muhammadiyah agar tidak terbawa kepentingan jangka pendek.

Upaya Buya diapresiasi internal Muhammadiyah dengan kembali dipilih sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah pada Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta. Buya menjabat hingga 2005 dan digantikan Din Syamsuddin.

Kontribusi Buya terus berlanjut meski tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah. Ia mengembangkan Maarif Institute sebagai gerakan kebudayaan dalam konteks keislaman, kemanusiaan dan keindonesiaan.

Maarif Institute ini diikhtiarkan menjadi lembaga pembaruan pemikiran dan advokasi untuk mewujudkan praksis Islam sehingga keadilan sosial dan kemanusiaan menjadi fondasi keindonesiaan. Lembaga ini juga diharapkan mendorong aktualisasi nilai-nilai demokrasi, HAM, dan kebinekaan untuk memulihkan keadaban publik, saling menghargai dan kerjasama yang konstruktif bagi keindonesiaan dan kemanusiaan.

"Dalam usia yang sudah larut ini, agenda utamaku adalah berbuat sesuatu, betapapun kecilnya, agar Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara tetap utuh, tidak terkoyak oleh berbagai kepentingan politik jangka pendek yang tidak sehat," sebuah kutipan yang dimuat Maarif Institute dalam situs resminya.

Buya sempat diminta menjadi salah satu Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) pada periode awal Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun ia tidak bersedia menerima permintaan itu.

Meski demikian, Buya tetap memberikan masukan dan kritik kepada pemerintahan Jokowi. Buya menyampaikan masukan itu secara langsung di Istana atau melalui sambungan telepon.

Terakhir, Buya bersedia menjadi Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Ia menegaskan kebinekaan harus tetap dijaga sampai kapanpun.

"Kebhinekaan harus dipahami sebagai sebuah kekuatan pemersatu bangsa," tegas Buya.
Penulis :
Muhammad Rodhi