
Pantau - Badan nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengklarifikasi pernyataan sebelumnya yang menyebut pemimpin tertinggi kelompok Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Baraja, adalah seorang pendiri Pondok Pesantren (Ponpes) Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Sadar pernyataannya salah besar dan menuai protes, Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid mengklarifikasinya bahwa pendiri Ponpes Al Mukmin yang benar adalah Abdullah Baraja.
"Kami mohon maaf atas kekeliruan penyebutan tersebut. Abdul Qadir Baraja bukan pendiri Ponpes Al Mukmin Ngruki," ujar Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid dalam keterangan tertulis, Rabu (8/6/2022).
Nurwakhid menyebutkan Abdul Qadir Baraja merupakan mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII) dan pernah terlibat dalam Majelis Mujahidin Indonesia tahun 2000, meskipun dia memilih tidak aktif.
"Dia (Abdul Qadir Baraja) sudah dua kali ditangkap dan dihukum dengan keterlibatannya di jaringan terorisme. Pertama, pada Januari 1979 terkait teror Warman. Kedua, dia ditahan atas kasus bom di Jawa Timur dan Candi Borobudur pada awal tahun 1985," jelas Nurwakhid.
Lalu, mengenai kelompok Khilafatul Muslimin, Nurwakhid mengatakan kelompok tersebut sama bahayanya dengan Hizbut Tahir Indonesia (HTI), NII, dan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) karena mengampanyekan tegaknya sistem khilafah.
"Bedanya, HTI merupakan gerakan transnasional dan sedang memperjuangkan sistem khilafah di berbagai negara. Sementara Khilafatul Muslimin, kelompok ini mengklaim sudah mendirikan khilafah dengan adanya khalifah yang terpilih," kata Nurwakhid dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (31/5),
Dia menjelaskan genealogi atau garis keturunan Khilafatul Muslimin tidak bisa dilepaskan dari NII karena sebagian besar tokoh kunci dalam gerakan itu adalah mantan NII.
Oleh karena itu, untuk mengatasi persoalan gerakan Khilafatul Muslimin yang bertentangan dengan falsafah bangsa dan berpotensi melahirkan gerakan terorisme, BNPT, sebagai sektor pemimpin dalam tindakan koordinasi pencegahan kemunculan paham yang dapat mendorong terorisme, telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak, di antaranya pemerintah daerah dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di seluruh daerah.
Ngruki protes BNPT
Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo, melayangkan protes kepada BNPT karena mengaitkannya dengan Khilafatul Muslimin.
Direktur BNPT Brigjen R. Ahmad Nurwakhid menyebutkan bahwa pimpinan tertinggi kelompok Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Hasan Baraja, termasuk salah satu pendiri Ponpes Al Mukmin, Ngruki.
Nurwakhid menyebut Baraja pernah ditahan karena kasus bom Borobudur pada 1985. Karena itu, BNPT diminta segera mengklarifikasi pernyataannya.
"Kami meminta Kepala BNPT meralat dan mencabut pernyataan di media atas beredarnya berita yang mengaitkan penangkapan Abdul Qadir Hasan Baraja dengan pendiri Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki," ujar Direktur Ponpes Al Mukmin, Ustaz Yahya, dalam keterangan pers, Rabu (8/6/2022).
Kami juga minta BNPT mengevaluasi akurasi data agar peristiwa tidak terulang. Kami sesalkan tidak ada klarifikasi dulu, karena ini tidak benar. Kami tidak rela fitnah ini menjerat (Abu Bakar Ba'asyir). Kami sudah komunikasi dengan BNPT dan justru diminta mengklarifikasi ke media yang memuat," tuturnya.
Dia juga menyesalkan adanya fitnah yang terus berulang terhadap Ponpes Al Mukmin.
"Berulang-ulang kami difitnah sampai disimpulkan (Ponpes) Ngruki sarang teroris. Ini merugikan pendidikan kita, karena guru-guru juga butuh mendapatkan ketenangan dalam mengajar. Kasihan Ustaz Abu yang masa hidupnya habis di penjara, masih saja mendapatkan fitnah," ucapnya.
Sadar pernyataannya salah besar dan menuai protes, Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid mengklarifikasinya bahwa pendiri Ponpes Al Mukmin yang benar adalah Abdullah Baraja.
"Kami mohon maaf atas kekeliruan penyebutan tersebut. Abdul Qadir Baraja bukan pendiri Ponpes Al Mukmin Ngruki," ujar Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid dalam keterangan tertulis, Rabu (8/6/2022).
Nurwakhid menyebutkan Abdul Qadir Baraja merupakan mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII) dan pernah terlibat dalam Majelis Mujahidin Indonesia tahun 2000, meskipun dia memilih tidak aktif.
"Dia (Abdul Qadir Baraja) sudah dua kali ditangkap dan dihukum dengan keterlibatannya di jaringan terorisme. Pertama, pada Januari 1979 terkait teror Warman. Kedua, dia ditahan atas kasus bom di Jawa Timur dan Candi Borobudur pada awal tahun 1985," jelas Nurwakhid.
Lalu, mengenai kelompok Khilafatul Muslimin, Nurwakhid mengatakan kelompok tersebut sama bahayanya dengan Hizbut Tahir Indonesia (HTI), NII, dan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) karena mengampanyekan tegaknya sistem khilafah.
"Bedanya, HTI merupakan gerakan transnasional dan sedang memperjuangkan sistem khilafah di berbagai negara. Sementara Khilafatul Muslimin, kelompok ini mengklaim sudah mendirikan khilafah dengan adanya khalifah yang terpilih," kata Nurwakhid dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (31/5),
Dia menjelaskan genealogi atau garis keturunan Khilafatul Muslimin tidak bisa dilepaskan dari NII karena sebagian besar tokoh kunci dalam gerakan itu adalah mantan NII.
Oleh karena itu, untuk mengatasi persoalan gerakan Khilafatul Muslimin yang bertentangan dengan falsafah bangsa dan berpotensi melahirkan gerakan terorisme, BNPT, sebagai sektor pemimpin dalam tindakan koordinasi pencegahan kemunculan paham yang dapat mendorong terorisme, telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak, di antaranya pemerintah daerah dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di seluruh daerah.
Ngruki protes BNPT
Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo, melayangkan protes kepada BNPT karena mengaitkannya dengan Khilafatul Muslimin.
Direktur BNPT Brigjen R. Ahmad Nurwakhid menyebutkan bahwa pimpinan tertinggi kelompok Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Hasan Baraja, termasuk salah satu pendiri Ponpes Al Mukmin, Ngruki.
Nurwakhid menyebut Baraja pernah ditahan karena kasus bom Borobudur pada 1985. Karena itu, BNPT diminta segera mengklarifikasi pernyataannya.
"Kami meminta Kepala BNPT meralat dan mencabut pernyataan di media atas beredarnya berita yang mengaitkan penangkapan Abdul Qadir Hasan Baraja dengan pendiri Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki," ujar Direktur Ponpes Al Mukmin, Ustaz Yahya, dalam keterangan pers, Rabu (8/6/2022).
Kami juga minta BNPT mengevaluasi akurasi data agar peristiwa tidak terulang. Kami sesalkan tidak ada klarifikasi dulu, karena ini tidak benar. Kami tidak rela fitnah ini menjerat (Abu Bakar Ba'asyir). Kami sudah komunikasi dengan BNPT dan justru diminta mengklarifikasi ke media yang memuat," tuturnya.
Dia juga menyesalkan adanya fitnah yang terus berulang terhadap Ponpes Al Mukmin.
"Berulang-ulang kami difitnah sampai disimpulkan (Ponpes) Ngruki sarang teroris. Ini merugikan pendidikan kita, karena guru-guru juga butuh mendapatkan ketenangan dalam mengajar. Kasihan Ustaz Abu yang masa hidupnya habis di penjara, masih saja mendapatkan fitnah," ucapnya.
- Penulis :
- Aries Setiawan