
Pantau - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membantah isu adanya ego sektoral hingga pola komunikasi buruk antara Kementerian Kesehatan dan BPOM terkait temuan kasus gangguan ginjal akut.
Hal itu merespons kritik anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (2/11/2022).
"Kalau saya sih sama bu Penny, karena teman seangkatan ngerasa kita baik-baik saja. Mungkin tidak tahu kalau teman-teman lihat di luar atau wartawan kemudian melihat itu tidak baik," kata Budi.
Budi menjelaskan, awalnya Kemenkes menduga temuan kasus gagal ginjal akut berkaitan dengan bakteri atau patologi, sehingga ia hanya melibatkan epidemiolog dan juga Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Namun, berdasarkan keterangan Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 5 Oktober dan berkaca pada kasus serupa di Gambia, Kemenkes mencurigai kasus ini dipicu oleh intoksikasi kandungan obat.
Dari informasi tersebut, lanjut Budi, pihaknya baru memulai koordinasi dengan BPOM.
"Makanya kita ambil keputusan dulu, yang kita larang itu tupoksinya Kemenkes, yaitu bisa mengurus rumah sakit dan apotek," jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Budi sekaligus memastikan posisi Kemenkes saat ini sudah jelas, yakni menduga pemicu kasus ini disebabkan oleh cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam obat sirop yang beredar di Indonesia.
"Buat Kemenkes posisi kami clear, bahwa faktor risiko terbesar yang menyebabkan kasus gagal ginjal ini adalah karena keracunan EG dan DEG," ujar Budi.
Hal itu merespons kritik anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (2/11/2022).
"Kalau saya sih sama bu Penny, karena teman seangkatan ngerasa kita baik-baik saja. Mungkin tidak tahu kalau teman-teman lihat di luar atau wartawan kemudian melihat itu tidak baik," kata Budi.
Budi menjelaskan, awalnya Kemenkes menduga temuan kasus gagal ginjal akut berkaitan dengan bakteri atau patologi, sehingga ia hanya melibatkan epidemiolog dan juga Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Namun, berdasarkan keterangan Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 5 Oktober dan berkaca pada kasus serupa di Gambia, Kemenkes mencurigai kasus ini dipicu oleh intoksikasi kandungan obat.
Dari informasi tersebut, lanjut Budi, pihaknya baru memulai koordinasi dengan BPOM.
"Makanya kita ambil keputusan dulu, yang kita larang itu tupoksinya Kemenkes, yaitu bisa mengurus rumah sakit dan apotek," jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Budi sekaligus memastikan posisi Kemenkes saat ini sudah jelas, yakni menduga pemicu kasus ini disebabkan oleh cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam obat sirop yang beredar di Indonesia.
"Buat Kemenkes posisi kami clear, bahwa faktor risiko terbesar yang menyebabkan kasus gagal ginjal ini adalah karena keracunan EG dan DEG," ujar Budi.
- Penulis :
- Aditya Andreas










