
Pantau - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka dukungan pelaksanaan tugas pada Kedeputian Bidang Koordinasi dan Supervisi. Tema yang diambil adalah kewenangan KPK mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap penanganan perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan kepolisian atau kejaksaan.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menjelaskan, pengambilalihan perkara adalah kerja yang tidak terpisahkan dengan kerja-kerja supervisi di Kedeputian Korsup. Hal ini sejalan dengan Pasal 10 A UU 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Dalam melaksanakan wewenang, KPK berwenang mengambil alih penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan. Pengambilalihan penyidikan atau penuntutan bisa dilakukan dengan pelbagai alasan,” ujar Nawawi, Kamis (24/11/2022).
Menurutnya pengambilalihan perkara dapat dilakukan antara lain dengan dasar laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti, Proses penanganan tindak pidana korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan,dan
Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya. Alasan lainnya adalah: penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur tindak pidana korupsi,
Karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif dan keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Nawawi dalam catatan KPK, sejauh ini ada tiga proses pengambilalihan perkara yang dilakukan KPK sejak tahun 2021. Yaitu dari Polda Sumatera Selatan, Polda Sulawesi Tengah, dan Polda Nusa Tenggara Timur.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK Didik Agung Wijanarko menjelaskan pelaksanaan FGD bertujuan menyamakan penafsiran atau persepsi terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengatur tugas supervisi dan kewenangan KPK. Juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan pelaku korupsi yang sedang ditangani oleh kepolisian atau kejaksaan.
“Maka dianggap perlu dilakukan FGD dengan menghadirkan para narasumber yang memiliki keahlian materi tersebut sebagai bekal dalam melakukan analisis dan penyusunan rumusan keijakan mengenai pelaksanaan tugas supervisi pada Kedeputian Korsup,” katanya.
Turut hadir Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron secara daring, Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho, Anggota Dewas KPK Indriyanto Seno Aji secara daring,
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto, Direktur Penuntutan KPK Fitroh Rohcahyanto, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, Direktur Penyelidikan KPK Endar Prihantoro.
Serta Direktur Korsup Wilayah IV KPK Ely Kusumastuti dan Kepala Pusat Perencanaan Strategis Pemberantasan Korupsi Muhammad Suryanto.
[Laporan: Syudratin].
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menjelaskan, pengambilalihan perkara adalah kerja yang tidak terpisahkan dengan kerja-kerja supervisi di Kedeputian Korsup. Hal ini sejalan dengan Pasal 10 A UU 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Dalam melaksanakan wewenang, KPK berwenang mengambil alih penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan. Pengambilalihan penyidikan atau penuntutan bisa dilakukan dengan pelbagai alasan,” ujar Nawawi, Kamis (24/11/2022).
Menurutnya pengambilalihan perkara dapat dilakukan antara lain dengan dasar laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti, Proses penanganan tindak pidana korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan,dan
Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya. Alasan lainnya adalah: penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur tindak pidana korupsi,
Karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif dan keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Nawawi dalam catatan KPK, sejauh ini ada tiga proses pengambilalihan perkara yang dilakukan KPK sejak tahun 2021. Yaitu dari Polda Sumatera Selatan, Polda Sulawesi Tengah, dan Polda Nusa Tenggara Timur.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK Didik Agung Wijanarko menjelaskan pelaksanaan FGD bertujuan menyamakan penafsiran atau persepsi terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengatur tugas supervisi dan kewenangan KPK. Juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan pelaku korupsi yang sedang ditangani oleh kepolisian atau kejaksaan.
“Maka dianggap perlu dilakukan FGD dengan menghadirkan para narasumber yang memiliki keahlian materi tersebut sebagai bekal dalam melakukan analisis dan penyusunan rumusan keijakan mengenai pelaksanaan tugas supervisi pada Kedeputian Korsup,” katanya.
Turut hadir Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron secara daring, Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho, Anggota Dewas KPK Indriyanto Seno Aji secara daring,
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto, Direktur Penuntutan KPK Fitroh Rohcahyanto, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, Direktur Penyelidikan KPK Endar Prihantoro.
Serta Direktur Korsup Wilayah IV KPK Ely Kusumastuti dan Kepala Pusat Perencanaan Strategis Pemberantasan Korupsi Muhammad Suryanto.
[Laporan: Syudratin].
- Penulis :
- renalyaarifin