
Pantau - Sejumlah partai politik (parpol) tak lolos jadi peserta Pemilu 2024 yang tergabung dalam Gerakan Melawan Political Genocide mendesak tahapan Pemilu 2024 dihentikan.
Mereka menuding KPU RI telah berbuat curang setelah tak meloloskan mereka pada tahap pendaftaran dan verifikasi administrasi.
Gerakan ini digalang sejumlah partai yang tidak lolos tahap pendaftaran 15 Agustus 2022, yakni Partai Masyumi, Perkasa, Pandai, Kedaulatan, Reformasi, Pemersatu Bangsa, Berkarya, Republik Satu, dan PRIMA yang tak lolos verifikasi administrasi 14 Oktober 2022.
"Meminta KPU untuk menghentikan proses tahapan pemilu yang sedang berlangsung," ujar Ketua Umum Partai Masyumi sekaligus ketua gerakan, Ahmad Yani Kamis (22/12/2022).
Ahmad Yani menilai, seluruh komisioner KPU RI tidak profesional, tidak jujur, dan tidak independen. Oleh karenanya, mereka mengadukan seluruh komisioner KPU RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Selain PRIMA dan Republik Satu, partai-partai dalam gerakan ini pernah menggugat KPU RI melanggar administrasi. Tetapi, Bawaslu RI menyatakan gugatan mereka tak terbukti secara sah dan meyakinkan.
"Mendesak kepada semua pihak, khususnya DPR dan pemerintah, membentuk tim independen untuk menyelidiki proses tahapan pemilu 2024 dengan melakukan audit investigasi atas mulai dari tahap perencanaan, proses pendaftaran partai politik, hingga tahap penetapan partai politik," ujar Ahmad Yani.
Secara spesifik, gerakan ini mempersoalkan tidak terbitnya berita acara atau surat keputusan KPU RI bagi partai-partai yang tak lolos tahap pendaftaran. Meskipun, hal ini diatur dalam Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2022.
Mereka menilai, hal ini menghambat mereka mengajukan sengketa ke Bawaslu RI, karena objek sengketa harus berupa keputusan atau berita acara yang diterbitkan KPU.
Selain PRIMA dan Republik Satu, partai-partai dalam gerakan ini akhirnya menggugat KPU RI lewat jalur gugatan pelanggaran administrasi.
Namun, Bawaslu menyatakan gugatan mereka tak terbukti secara sah dan meyakinkan sehingga mereka tetap tak lolos pemilu.
Ahmad Yani turut menyinggung nasib mujur Partai Ummat yang diberi kesempatan verifikasi ulang kendati tak lolos verifikasi faktual.
"Perlakuan semacam ini jelas memperlihatkan kerja KPU yang tidak profesional, tidak jujur dan tidak adil," tutupnya.
Mereka menuding KPU RI telah berbuat curang setelah tak meloloskan mereka pada tahap pendaftaran dan verifikasi administrasi.
Gerakan ini digalang sejumlah partai yang tidak lolos tahap pendaftaran 15 Agustus 2022, yakni Partai Masyumi, Perkasa, Pandai, Kedaulatan, Reformasi, Pemersatu Bangsa, Berkarya, Republik Satu, dan PRIMA yang tak lolos verifikasi administrasi 14 Oktober 2022.
"Meminta KPU untuk menghentikan proses tahapan pemilu yang sedang berlangsung," ujar Ketua Umum Partai Masyumi sekaligus ketua gerakan, Ahmad Yani Kamis (22/12/2022).
Ahmad Yani menilai, seluruh komisioner KPU RI tidak profesional, tidak jujur, dan tidak independen. Oleh karenanya, mereka mengadukan seluruh komisioner KPU RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Selain PRIMA dan Republik Satu, partai-partai dalam gerakan ini pernah menggugat KPU RI melanggar administrasi. Tetapi, Bawaslu RI menyatakan gugatan mereka tak terbukti secara sah dan meyakinkan.
"Mendesak kepada semua pihak, khususnya DPR dan pemerintah, membentuk tim independen untuk menyelidiki proses tahapan pemilu 2024 dengan melakukan audit investigasi atas mulai dari tahap perencanaan, proses pendaftaran partai politik, hingga tahap penetapan partai politik," ujar Ahmad Yani.
Secara spesifik, gerakan ini mempersoalkan tidak terbitnya berita acara atau surat keputusan KPU RI bagi partai-partai yang tak lolos tahap pendaftaran. Meskipun, hal ini diatur dalam Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2022.
Mereka menilai, hal ini menghambat mereka mengajukan sengketa ke Bawaslu RI, karena objek sengketa harus berupa keputusan atau berita acara yang diterbitkan KPU.
Selain PRIMA dan Republik Satu, partai-partai dalam gerakan ini akhirnya menggugat KPU RI lewat jalur gugatan pelanggaran administrasi.
Namun, Bawaslu menyatakan gugatan mereka tak terbukti secara sah dan meyakinkan sehingga mereka tetap tak lolos pemilu.
Ahmad Yani turut menyinggung nasib mujur Partai Ummat yang diberi kesempatan verifikasi ulang kendati tak lolos verifikasi faktual.
"Perlakuan semacam ini jelas memperlihatkan kerja KPU yang tidak profesional, tidak jujur dan tidak adil," tutupnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas