
Pantau – Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly berharap para kepala desa atau lurah ikut membantu dalam menangani permasalahan yang ada. Dia meminta untuk masalah kecil yang ada di desa bisa diselesaikan agar tidak sampai ke pengadilan.
Hal tersebut disampaikan Yasonna dalam acara Paralegal Justice Award yang diselenggarakannya Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham dan Mahkamah Agung (MA) di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Kamis (1/6/2023).
Awalnya, Yasonna menuturkan kondisi Indonesia yang saat ini banyak kasus pelanggaran hukum. Dari total kasus yang ditangani 70% berupa kasus pidana dan 30% kasus perdata. Perkara tersebut didominasi perkara yang ditimbulkan gegara perselisihan antar masyarakat.
"Hal ini secara tidak langsung berdampak pada beratnya lembaga penegak hukum untuk menyelesaikan perkara pidana yang melebihi kapasitas yang tersedia pada tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan tentunya di rumah tahanan, maupun di lembaga pemasyarakatan," ucap Yasonna.
Dengan begitu, menurut Yasonna, diperlukan penyelesaian non ligitasi atau penyelesaian perkara menggunakan cara-cara yang ada di luar pengadilan. Termasuk dalam hal ini restorative justice.
Yasonna berharap, demi mengurangi perkara yang masuk ke ranah pengadilan. Dia meminta kepala desa atau lurah busa ikut andil dalam penyelesaian tersebut.
"Peran para legal ini menjadi sangat penting, kita harapkan ini sesuai konsep restorative justice baik yang dalam hukum pidana maupun yang ada perdata. Juga apa konsep undang-undang pemasyarakatan kita sekarang. Untuk tindak pidana kecil sebaiknya bisa diselesaikan oleh kepala desa," ungkapnya.
Selanjutnya, Yasonna mencontohkan kasus-kasus pidana kecil seperti kasus nenek-nenek yang dilaporkan ke polisi akibat hanya mencuri coklat. Yasonna menilai hal tersebut seharusnya tak perlu diadili hingga tingkat pengadilan.
"Maka mereka dilatih, untuk jadi paralegal itu kan dilatih. Kita undang hakim, praktisi hukum dari kita untuk memberikan pendampingan, pelatihan kepada kepala-kepala desa tersebut dan lurah," tuturnya.
Hal tersebut disampaikan Yasonna dalam acara Paralegal Justice Award yang diselenggarakannya Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham dan Mahkamah Agung (MA) di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Kamis (1/6/2023).
Awalnya, Yasonna menuturkan kondisi Indonesia yang saat ini banyak kasus pelanggaran hukum. Dari total kasus yang ditangani 70% berupa kasus pidana dan 30% kasus perdata. Perkara tersebut didominasi perkara yang ditimbulkan gegara perselisihan antar masyarakat.
"Hal ini secara tidak langsung berdampak pada beratnya lembaga penegak hukum untuk menyelesaikan perkara pidana yang melebihi kapasitas yang tersedia pada tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan tentunya di rumah tahanan, maupun di lembaga pemasyarakatan," ucap Yasonna.
Dengan begitu, menurut Yasonna, diperlukan penyelesaian non ligitasi atau penyelesaian perkara menggunakan cara-cara yang ada di luar pengadilan. Termasuk dalam hal ini restorative justice.
Yasonna berharap, demi mengurangi perkara yang masuk ke ranah pengadilan. Dia meminta kepala desa atau lurah busa ikut andil dalam penyelesaian tersebut.
"Peran para legal ini menjadi sangat penting, kita harapkan ini sesuai konsep restorative justice baik yang dalam hukum pidana maupun yang ada perdata. Juga apa konsep undang-undang pemasyarakatan kita sekarang. Untuk tindak pidana kecil sebaiknya bisa diselesaikan oleh kepala desa," ungkapnya.
Selanjutnya, Yasonna mencontohkan kasus-kasus pidana kecil seperti kasus nenek-nenek yang dilaporkan ke polisi akibat hanya mencuri coklat. Yasonna menilai hal tersebut seharusnya tak perlu diadili hingga tingkat pengadilan.
"Maka mereka dilatih, untuk jadi paralegal itu kan dilatih. Kita undang hakim, praktisi hukum dari kita untuk memberikan pendampingan, pelatihan kepada kepala-kepala desa tersebut dan lurah," tuturnya.
- Penulis :
- Ahmad Ryansyah