Pantau - Setiap tanggal 1 Juli, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menggelar peringatan Hari Bhayangkara. Tahun ini, peringatan Hari Bhayangkara mengambil tema 'Polri Presisi Untuk Negeri, Pemilu Damai Menuju Indonesia Emas'.
Hari Bhayangkara dilatarbelakangi kondisi Korps Kepolisian Indonesia yang terpisah-pisah pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang.
Perjalanan Korps Kepolisian di Indonesia sudah dimulai sejak zaman kolonial Belanda, yakni pada tahun 1897 hingga 1920.
Pada masa itu, terdapat berbagai macam kepolisian, di antaranya Velid Politie (Polisi Lapangan), Stands Politie (Polisi Kota), Cultur Politie (Polisi Pertanian), dan Bestuurs Politie (Polisi Pamong Praja).
Namun, pada saat itu struktur kepemimpinan yang diemban pada kepolisian masih dipegang oleh pejabat kolonial Belanda, sementara warga pribumi hanya terbatas pada jabatan pelaksana lapangan.
Pada masa pendudukan Jepang, kepolisian dibagi-bagi berdasarkan wilayah. Kepolisian Jawa dan Madura berpusat di Jakarta, Kepolisian Sumatera berpusat di Bukittinggi, Kepolisian Indonesia Timur berpusat di Makassar, serta Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin.
Usai kemerdekaan Indonesia 1945, PPKI membentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) dan melantik Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo sebagai Kepala Kepolisian Negara oleh Presiden Soekarno pada 29 September 1945.
Kala itu, kepolisian masih ada di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bernama Djawatan Kepolisian Negara untuk urusan administrasi, tetapi pertanggungjawaban operasional dilakukan kepada Jaksa Agung.
Setelah itu Djawatan Kepolisian Negara mengalami perubahan sesuai dengan Penetapan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1946.
Pada 1 Juli 1946, diputuskan Korps Kepolisian yang berada di daerah-daerah menjadi satu kesatuan secara nasional di bawah pemerintahan Republik Indonesia. Momentum inilah yang menjadikan tanggal 1 Juli diperingati sebagai Hari Bhayangkara.
Sementara itu, nama Bhayangkara diambil dari istilah yang digunakan Patih Gadjah Mada untuk menamai pasukan keamanan yang ditugaskan menjaga raja dan kerajaan Majapahit.
Hari Bhayangkara dilatarbelakangi kondisi Korps Kepolisian Indonesia yang terpisah-pisah pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang.
Perjalanan Korps Kepolisian di Indonesia sudah dimulai sejak zaman kolonial Belanda, yakni pada tahun 1897 hingga 1920.
Pada masa itu, terdapat berbagai macam kepolisian, di antaranya Velid Politie (Polisi Lapangan), Stands Politie (Polisi Kota), Cultur Politie (Polisi Pertanian), dan Bestuurs Politie (Polisi Pamong Praja).
Namun, pada saat itu struktur kepemimpinan yang diemban pada kepolisian masih dipegang oleh pejabat kolonial Belanda, sementara warga pribumi hanya terbatas pada jabatan pelaksana lapangan.
Pada masa pendudukan Jepang, kepolisian dibagi-bagi berdasarkan wilayah. Kepolisian Jawa dan Madura berpusat di Jakarta, Kepolisian Sumatera berpusat di Bukittinggi, Kepolisian Indonesia Timur berpusat di Makassar, serta Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin.
Usai kemerdekaan Indonesia 1945, PPKI membentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) dan melantik Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo sebagai Kepala Kepolisian Negara oleh Presiden Soekarno pada 29 September 1945.
Kala itu, kepolisian masih ada di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bernama Djawatan Kepolisian Negara untuk urusan administrasi, tetapi pertanggungjawaban operasional dilakukan kepada Jaksa Agung.
Setelah itu Djawatan Kepolisian Negara mengalami perubahan sesuai dengan Penetapan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1946.
Pada 1 Juli 1946, diputuskan Korps Kepolisian yang berada di daerah-daerah menjadi satu kesatuan secara nasional di bawah pemerintahan Republik Indonesia. Momentum inilah yang menjadikan tanggal 1 Juli diperingati sebagai Hari Bhayangkara.
Sementara itu, nama Bhayangkara diambil dari istilah yang digunakan Patih Gadjah Mada untuk menamai pasukan keamanan yang ditugaskan menjaga raja dan kerajaan Majapahit.
- Penulis :
- Aditya Andreas
