
Pantau - Isu "matahari kembar" mencuat usai sejumlah menteri Kabinet Merah Putih menemui Presiden ke-7 RI Joko Widodo di kediamannya di Surakarta (Solo), yang kemudian memicu spekulasi soal adanya dua pusat kekuasaan dalam pemerintahan.
Istilah "matahari kembar" pertama kali dilontarkan oleh politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, yang menyebut bahwa meskipun silaturahmi adalah hal baik, namun harus dihindari adanya dua kekuatan paralel dalam satu pemerintahan.
"Tak boleh ada matahari kembar. Satu saja sudah berat, apalagi dua," ujar Mardani, sambil menyebut bahwa Prabowo Subianto adalah Presiden yang sah dan telah menunjukkan kapasitas serta komitmennya sebagai pemimpin.
Mardani juga menyatakan keyakinannya bahwa Prabowo tidak akan tersinggung atas pertemuan para menterinya dengan Jokowi.
Respons Parpol: Prabowo Adalah Presiden, Tak Ada Dualisme Kekuasaan
Pernyataan Mardani segera mendapat tanggapan dari berbagai partai politik.
PKB menanggapi bahwa pertemuan tersebut hanya sebatas halalbihalal dan tidak perlu dipolitisasi secara berlebihan.
Partai Golkar menyatakan bahwa tidak ada isu matahari kembar karena para menteri memahami dengan jelas siapa pemimpin mereka saat ini—yakni Presiden Prabowo Subianto.
PDI Perjuangan melalui Ketua DPR RI, Puan Maharani, juga menegaskan bahwa "Presiden saat ini adalah Prabowo", sebagai bentuk penekanan bahwa tidak ada dualisme kepemimpinan.
Partai Demokrat turut menyuarakan hal serupa dengan pernyataan tegas: "Matahari cuma satu, Pak Prabowo Subianto."
Sementara itu, PKS melalui pernyataan resmi menyampaikan bahwa pernyataan Mardani Ali Sera bersifat pribadi dan bukan merupakan sikap resmi partai.
Isu ini muncul karena kedekatan sejumlah menteri aktif dengan Presiden Jokowi, yang menimbulkan spekulasi tentang arah kekuasaan pemerintahan ke depan, terutama setelah transisi kepemimpinan nasional.
- Penulis :
- Pantau Community