Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Pasal 28 Ayat (3) UU ITE Direvisi, Fokus pada Gangguan Ketertiban di Ruang Nyata

Oleh Gian Barani
SHARE   :

Pasal 28 Ayat (3) UU ITE Direvisi, Fokus pada Gangguan Ketertiban di Ruang Nyata
Foto: MK Tegaskan Penyebaran Hoaks Dipidana Jika Timbulkan Kerusuhan di Dunia Fisik(Sumber: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nz.)

Pantau - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa penyebaran informasi atau dokumen elektronik berisi pemberitahuan bohong atau hoaks hanya dapat dipidana jika menimbulkan kerusuhan di ruang fisik, bukan di ruang digital.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 115/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa.

MK menjelaskan bahwa kata "kerusuhan" dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) harus dimaknai sebagai kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik.

Pasal 28 ayat (3) UU ITE mengatur bahwa "Setiap orang dengan sengaja menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat."

Sedangkan Pasal 45A ayat (3) UU ITE menetapkan sanksi pidana dengan ancaman maksimal enam tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp1 miliar.

Mahkamah menilai tanpa batasan ruang fisik, norma tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan berpotensi melanggar prinsip lex scripta, lex certa, dan lex stricta.

Dengan putusan ini, penyebaran hoaks hanya dapat dipidana jika benar-benar menyebabkan gangguan ketertiban umum dalam kehidupan nyata masyarakat.

"Hal demikian dimaksudkan agar penerapan Pasal 28 ayat (3) UU 1/2024 yang merupakan delik materiel menekankan pada akibat perbuatan, yakni kerusuhan di ruang fisik," ujar Hakim Konstitusi Arsul Sani saat membacakan pertimbangan Mahkamah.

Latar Belakang Permohonan: Kekhawatiran Aktivis Hukum atas Potensi Kriminalisasi

Permohonan uji materi ini diajukan oleh Jovi Andrea Bachtiar, seorang jaksa sekaligus aktivis penegakan hukum dan birokrat.

Jovi mengajukan permohonan karena merasa khawatir berpotensi dilaporkan ke polisi atas aktivitasnya yang kritis terhadap kebijakan pemerintah dan penyelenggaraan pemerintahan.

Penulis :
Gian Barani