Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

NTB Dorong Perikanan Gurita Berkelanjutan di Selat Alas Lewat Kajian dan Penutupan Musiman

Oleh Balian Godfrey
SHARE   :

NTB Dorong Perikanan Gurita Berkelanjutan di Selat Alas Lewat Kajian dan Penutupan Musiman
Foto: Perlindungan habitat dan peningkatan produksi gurita jadi fokus pengelolaan perikanan NTB(Sumber: ANTARA/Ahmad Subaidi/Koz/Spt/12).

Pantau - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mendorong penguatan pengelolaan perikanan berkelanjutan melalui kajian aspek biologi dan habitat gurita di Selat Alas, sebagai upaya menjaga ekosistem dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Kajian Ilmiah dan Lonjakan Produksi

Selat Alas yang terletak di antara Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa menjadi fokus utama program ini karena memiliki potensi gurita yang besar.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, Muslim, menyatakan bahwa langkah ini merupakan bagian penting dari penguatan tata kelola perikanan yang tidak hanya berorientasi pada hasil laut semata, tetapi juga keberlanjutan lingkungan dan sosial.

Jumlah produksi gurita di Selat Alas mengalami fluktuasi selama lima tahun terakhir dengan tren peningkatan yang signifikan.

Pada 2019, tercatat 589.862 kilogram gurita berhasil dipanen, namun menurun drastis pada 2020 menjadi 227.910 kilogram akibat dampak pandemi COVID-19.

Produksi kembali meningkat pada 2021 sebesar 407.639 kilogram, lalu naik menjadi 576.453 kilogram di tahun 2022, dan melonjak hingga 908.850 kilogram pada 2023 atau naik 36,57 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Hasil kajian ilmiah dari Universitas Mataram menyebutkan bahwa spesies gurita yang dominan di perairan Selat Alas adalah Octopus cyanea, dengan karakteristik gurita betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan jantan.

Pelibatan Masyarakat dan Strategi Penangkapan

Di Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat, kelompok nelayan yang tergabung dalam Persaudaraan Nelayan Gurita (Pelita) secara rutin menggelar acara panen gurita yang didahului dengan penutupan kawasan perairan.

Penutupan kawasan berlangsung selama tiga bulan untuk memberikan waktu bagi gurita berkembang biak dan tumbuh besar, setelah itu panen dilakukan selama 20 hari.

Lokasi penutupan kawasan dilakukan secara bergilir tiap tahun, yakni di Pulau Paserang pada 2021, Pulau Madiki pada 2022, dan Pulau Kambing pada 2023.

Selama masa penutupan, nelayan dilarang menangkap gurita dan hanya diperbolehkan mencari ikan serta kerang.

Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Syahril Abd, menyampaikan pentingnya penerapan ecolabelling untuk meningkatkan daya saing gurita NTB di pasar global.

"Ecolabelling juga dinilai sebagai langkah strategis untuk mendorong pengelolaan perikanan gurita yang berkelanjutan," ujarnya.

Penulis :
Balian Godfrey