
Pantau - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) memberikan pendampingan bagi pelaku industri kecil menengah (IKM) sektor kriya dan fesyen lewat program Creative Business Incubator (CBI).
Program ini bertujuan untuk membantu pelaku usaha memperluas skala bisnis, meningkatkan omzet penjualan, serta mencetak wirausaha baru, khususnya dari kalangan generasi muda di berbagai daerah.
Direktur Jenderal IKMA Kemenperin, Reni Yanita, menyatakan bahwa riset menunjukkan bisnis lebih tahan lama dan berkembang jika mendapatkan pendampingan mentor.
10 IKM Terpilih Ikuti Coaching, Kemenperin Targetkan Skala Usaha Naik Kelas
Melalui skema Coaching CBI, 10 IKM terpilih akan mendapatkan pendampingan langsung dari mentor untuk mengatasi berbagai persoalan pengembangan bisnis.
IKM terpilih dalam program Coaching CBI 2025 adalah Delova Wardro, Hanabira, CV Amod Bali, Wiras Silver Bali, PT Karya Rappo Indonesia, Kalasiris, JB, Etnnic, Astraea Leather Craft, dan Ulur Wiji.
Program ini diharapkan mendorong pelaku usaha naik kelas, dari mikro ke kecil atau dari kecil ke menengah, meniru kesuksesan para alumni CBI sebelumnya.
Menurut riset Universitas Ciputra, 74,03 persen bisnis yang didampingi mentor terbukti mampu bertahan dan berkembang.
Pendampingan dianggap mampu mempercepat pertumbuhan bisnis, menekan risiko kegagalan, dan menciptakan usaha yang berkelanjutan.
Sinergi Pemerintah dan Swasta Jadi Kunci Penguatan Ekosistem Industri
Reni menegaskan bahwa sinergi dan kolaborasi pendampingan antara pemerintah, akademisi, dan sektor swasta penting untuk membangun ekosistem kewirausahaan yang lebih baik dan kompetitif.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan nonmigas tumbuh 4,31 persen pada triwulan I 2025, dan kontribusinya terhadap PDB nasional meningkat menjadi 17,50 persen.
Laporan Global Entrepreneurship Monitor (GEM) 2023 mencatat bahwa rasio kewirausahaan Indonesia mencapai 21,6 persen—tertinggi di ASEAN, mengungguli Thailand (17,8%), Malaysia (13,4%), dan Vietnam (15,2%).
Namun, tingginya rasio kewirausahaan itu belum diiringi oleh peningkatan nilai tambah dan produktivitas.
Untuk itu, Reni menekankan perlunya pembinaan berkelanjutan agar wirausaha muda bisa naik kelas, menciptakan produk bernilai tambah tinggi, meningkatkan omzet, dan membuka lebih banyak lapangan kerja.
- Penulis :
- Balian Godfrey