
Pantau - Ketua Ikatan Hukum Indonesia untuk Inklusi (IHII), Saepul Tavip, menyatakan bahwa kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan berpotensi menurunkan kualitas layanan kesehatan, khususnya bagi kelompok buruh yang selama ini mengakses layanan kelas 1 dan 2.
IHII menilai kebijakan penyeragaman kelas rawat inap tidak merepresentasikan perbaikan layanan, melainkan justru menjadi bentuk downgrade bagi peserta yang selama ini membayar iuran lebih tinggi untuk layanan yang lebih baik.
Pemerintah Diminta Benahi Fasilitas, Bukan Seragamkan Layanan
Menurut Saepul, jika pemerintah ingin meningkatkan mutu layanan kesehatan, maka yang perlu diperbaiki adalah fasilitas rumah sakit yang masih belum layak, bukan dengan menyeragamkan semua kelas rawat inap tanpa memperhatikan keadilan bagi peserta.
Kebijakan KRIS juga dianggap menghapus prinsip dasar sistem iuran BPJS Kesehatan, di mana peserta selama ini membayar berdasarkan kemampuan dan mendapatkan layanan sesuai kelas yang dipilih.
IHII menilai kebijakan ini tidak adil, karena dengan iuran yang tetap berbeda, peserta justru akan mendapatkan layanan yang sama tanpa mempertimbangkan kontribusinya.
IHII Siap Lakukan Aksi Konstitusional Jika KRIS Dipaksakan
IHII menyampaikan bahwa kebijakan KRIS saat ini masih dalam pembahasan di kelompok kerja (pokja) yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Namun IHII mendesak agar pemerintah segera mengambil sikap menolak KRIS sebelum diberlakukan secara nasional pada 1 Juli 2025, untuk mencegah keresahan publik, khususnya dari kalangan buruh.
Jika pemerintah tetap memaksakan penerapan KRIS, IHII menyatakan siap menempuh aksi konstitusional untuk menolak kebijakan tersebut.
KRIS sendiri diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024, sebagai perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018, dan akan menghapus sistem kelas 1, 2, dan 3 untuk digantikan dengan satu standar layanan ruang rawat inap.
Sebelumnya, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Nunung Nuryartono, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima aspirasi penolakan dari berbagai kelompok, termasuk Forum Jamsos, dan akan membahasnya lebih lanjut bersama pemerintah.
- Penulis :
- Balian Godfrey