
Pantau - Pengamat energi sekaligus pendiri ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto, menyatakan bahwa bisnis ritel Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Indonesia masih memiliki prospek yang menjanjikan, meskipun PT Shell Indonesia baru saja mengalihkan kepemilikan bisnis SPBU-nya.
Pengalihan ini dilakukan kepada perusahaan patungan Citadel Pacific Limited dan Sefas Group, namun Agung menilai langkah tersebut lebih disebabkan oleh strategi global Shell yang kini fokus pada sektor hulu dan pengembangan energi rendah karbon.
Fokus Global Berubah, Shell Tetap Hadir di Pasar BBM Indonesia
Menurut Agung, strategi bisnis global Shell belum sejalan dengan realitas pasar Indonesia, di mana masyarakat masih lebih memilih bahan bakar minyak (BBM) dengan harga terjangkau daripada BBM rendah karbon.
Ia juga menekankan bahwa bisnis ritel SPBU tetap prospektif, terutama bagi pelaku usaha yang memiliki skala ekonomi dan strategi pasar yang tepat.
Namun, ia mengakui bahwa skema harga BBM yang diatur pemerintah memaksa perusahaan swasta bersaing dengan produk subsidi dan penugasan, yang memengaruhi margin usaha.
Meski berpindah kepemilikan, Shell tetap hadir di Indonesia melalui perjanjian lisensi merek dengan perusahaan penerima lisensi, dan pasokan BBM dengan merek Shell tetap tersedia di pasaran.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa perpindahan kepemilikan ini hanyalah aksi korporasi biasa yang tidak akan memengaruhi investasi hilir migas di Indonesia.
Ia juga menegaskan bahwa operasional SPBU Shell tetap berjalan normal dan pemerintah tidak memiliki kewenangan membatasi aksi korporasi dari entitas non-pemerintah seperti Shell.
- Penulis :
- Balian Godfrey