Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

BPJS Kesehatan Salurkan Rp1.087 Triliun Selama 10 Tahun, Fokus pada Efisiensi dan Penyakit Katastropik

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

BPJS Kesehatan Salurkan Rp1.087 Triliun Selama 10 Tahun, Fokus pada Efisiensi dan Penyakit Katastropik
Foto: Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti (depan tengah) dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IX DPR RI (sumber: BPJS Kesehatan)

Pantau - BPJS Kesehatan telah menggelontorkan dana sebesar Rp1.087,4 triliun selama periode 2014 hingga 2024 untuk mendanai layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Komitmen pembiayaan ini dilakukan guna memastikan bahwa layanan kesehatan berjalan secara efektif, transparan, dan berkelanjutan.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti, menjelaskan bahwa sebagian besar dari dana tersebut digunakan untuk membiayai penyakit-penyakit dengan kategori katastropik.

"Delapan penyakit utama yang tergolong katastropik menyerap hingga 31 persen dari total biaya pelayanan kesehatan. Sejak 2014 hingga 2024, total pembiayaan untuk penyakit-penyakit katastropik tersebut telah mencapai lebih dari Rp235 triliun".

Penyakit jantung menjadi penyumbang beban pembiayaan tertinggi, diikuti oleh stroke, kanker, gagal ginjal, talasemia, hemofilia, leukemia, dan sirosis hati.

Transparansi Digital dan Skema UMP Dorong Keberlanjutan Layanan

"Untuk memastikan pembiayaan yang besar tersebut dikelola secara efisien dan akuntabel, BPJS Kesehatan telah mengembangkan sistem transparansi pembayaran klaim berbasis digital".

Dashboard informasi klaim yang dikembangkan memungkinkan fasilitas kesehatan memantau proses klaim mulai dari tahap pengajuan, status verifikasi, hingga realisasi pembayaran.

Dashboard juga menampilkan data utilisasi layanan kesehatan, sistem antrean pasien, serta kanal pengaduan peserta secara terintegrasi.

"Kami ingin semua fasilitas kesehatan memiliki akses informasi yang terbuka. Transparansi ini penting karena akan memperkuat rasa saling percaya dan menjamin kesinambungan pelayanan".

BPJS Kesehatan juga menerapkan skema Uang Muka Pelayanan Kesehatan (UMP) untuk menjaga operasional rumah sakit mitra tetap berjalan.

Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, menjelaskan bahwa dana UMP diberikan kepada rumah sakit yang klaimnya masih dalam proses verifikasi.

"Sepanjang tahun 2024, BPJS Kesehatan telah menyalurkan UMP senilai Rp16,97 triliun, dengan rata-rata 419 rumah sakit per bulan menerima manfaat ini. Sebelumnya, pada tahun 2023 BPJS Kesehatan juga mengucurkan Rp11,39 triliun untuk pemberian UMP ke rumah sakit".

UMP dinilai sebagai bentuk komitmen untuk memastikan pelayanan kepada peserta JKN tetap berjalan tanpa hambatan likuiditas.

"Dengan pendekatan yang mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan kolaborasi, BPJS Kesehatan terus memperkuat perannya sebagai penyelenggara Program JKN. Pembiayaan yang tepat sasaran dan sistem pembayaran yang dapat dipantau secara terbuka, menjadi fondasi utama dalam memastikan penyelenggaraan Program JKN dapat terus tumbuh dan memberikan perlindungan menyeluruh bagi seluruh penduduk Indonesia".

KRIS Menuai Pro dan Kontra, Perlu Kajian Ulang

Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, menekankan pentingnya kehati-hatian dalam implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) mengingat kompleksitas kebijakan tersebut.

"Disarankan batas uji coba implementasi KRIS diperpanjang hingga 31 Desember 2025. Selain itu, penerapannya juga perlu dikaji kembali seperti apa nantinya”.

Edy juga mengingatkan bahwa terdapat aspirasi kuat dari masyarakat yang menolak sistem satu kelas dalam perawatan rawat inap.

“Apindo menyampaikan bahwa penolakan terhadap penerapan KRIS dengan satu kelas perawatan, karena berpotensi mengurangi jumlah tempat tidur. Tak hanya itu, serikat pekerja dari seluruh Indonesia juga menyatakan penolakan implementasi KRIS dengan satu kelas perawatan yang dikhawatirkan mengurangi manfaat yang didapat oleh peserta JKN, termasuk buruh".

Penulis :
Arian Mesa